Kesunyian di Kapo-Kapo Mandeh

Kesunyian di Kapo-Kapo Mandeh

Pulau Cubadak di Kawasan Mandeh. Kapo-Kapo terletak di bagian barat pulau ini. (Foto: Febrianti/JurnalisTravel.com)

KAMPUNG KAPO-KAPO

Pulau Cubadak paling besar di Mandeh dengan luas 706 hektare. Juga pulau yang paling indah dan punya sumber air sendiri dari atas bukit yang mengalir menjadi sungai kecil. Saya pernah ke Pulau Cubadak sebelumnya. Ke Resor Cubadak Paradiso Village yang dikelola warga negara asing asal Italia yang berada di pantai timur pulau ini. Pulau Cubadak yang sudah lebih dulu terkenal juga ikut mengangkat pamor Kawasan Mandeh di luar negeri.

Kali ini saya ke kampung Kapo-Kapo di bagian barat Pulau Cubadak. Terdapat pemukiman nelayan dengan 17 kepala keluarga. Ini baru pertama kalinya saya ke Kapo-Kapo. Jalan masuknya melewati teluk yang penuh mangrove di kanan-kiri.

Begitu sampai, kami mendarat di dataran berumput yang rapi. Ada beberapa rumah kayu keluarga nelayan. Warganya yang cuma sedikit sore itu tampak bersantai di bawah pohon. Di bukit sebelah kiri terlihat ada jalur evakuasi tsunami dan bangunan tempat evakuasi yang dibuat pemerintah setahun lalu.

Saya langsung naik ke bukit mengikuti jalur evakuasi, sambil melihat lanskap Pulau Cubadak dari atas. Ternyata sangat indah, laut yang biru berkilau keperakan karena pantulan matahari yang mulai condong.

Saya berjalan menyusuri garis pantai di Kapo-Kapo. Rasanya jauh lebih alami dari Resor Cubadak Paradiso di pantai timur yang sudah tertata rapi.

Di depan Cottage Kapo-Kapo. (Foto: Febrianti/JurnalisTravel.com)

Di depan Cottage Kapo-Kapo. (Foto: Febrianti/JurnalisTravel.com)

Di pantai Kapo-Kapo yang berpasir putih itu banyak pohon yang tumbuh liar dengan batangnya yang meliuk dan condong ke arah laut. Beda dengan laut di pantai timur yang sangat tenang. Laut di depan Kapo-Kapo sore itu bergelora, mirip laut Mentawai. Mungkin karena angin sedang kencang, selain itu pantai barat ini juga berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.

“Dari sini tiap sore kita bisa menyaksikan sunset,” kata Zuhrizul Chaniago saat kami menikmati teh di atas tikar yang terbentang di atas rumput.

Kami bersantai di depan cottage kayu yang sedang ia siapkan untuk wisatawan ke Kapo-Kapo.

Kami tak menunggu sunset di Kapo-Kapo karena tak bermalam. Menjelang matahari terbenam kami meninggalkan Kapo-Kapo dan melayari laut Mandeh yang  mulai berwana sephia. Begitu juga warna langitnya.

Dalam perjalanan berlayar kami melihat matahari  yang turun perlahan berwarna kuning keemasan. Beda dengan bulan Februari pada kunjungan saya tahun lalu, matahari yang turun berwarna merah. Saya kini menandai perbedaannya. (Febrianti/JurnalisTravel.com)

 

Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)

 
Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu
Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu
Bukik Sakura Maninjau
Melihat Bulat Danau Maninjau di Bukit Sakura
Singkarak
Nagari Sumpu Jadikan “Manjalo Ikan Bilih” Sebagai Atraksi Wisata
Air Terjun Lubuak Bulan
Air Terjun Lubuak Bulan, Air Terjun Unik yang Ditelan Bumi
Nyarai
Ekowisata Nyarai Tetap Bertahan Meski Pandemi
Wisata Bonjol
Potensi Ekowisata Lubuk Ngungun di Bonjol Akan Dikelola