Minggu, Juli 3, 2022
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
No Result
LIhat Semua Hasil
Home Budaya
Tradisi yang Menyelamatkan Benda Pusaka Kerinci

Pedang dan keris dikeluarkan dari sarungnya untuk dimandikan dengan air jeruk nipis. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Tradisi yang Menyelamatkan Benda Pusaka Kerinci

Syofiardi Bachyul Jb
22 Februari 2021
A A

RUMAH Saukani, 68 tahun, di Dusun Baru, di pusat Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi ramai didatangi karib-kerabatnya. Itu malam sehari setelah Idul Adha pada Oktober 2012.

Sedikitnya 60 perempuan dan laki-laki berbagai usia datang tak sekadar menghadiri acara, tetapi membawa rasa ingin tahu. Mereka ingin menyaksikan benda-benda pusaka warisan nenek moyang mereka yang sebentar lagi akan diturunkan untuk dibersihkan.

Pawang Depati Jupri membacakan doa kepada air jeruk dan syarat lainnya yang akan digunakan untuk membersihkan benda pusaka. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Acara itu disebut Ngisai Padanden atau upacara membersihkan benda pusaka. Kali ini pembersihan pusaka di rumah keturunan Datuk Kederuk Ilealamea di Dusun Baru. Saukani adalah datuk pewaris rumah pusaka tempat benda pusaka itu disimpan. Penurunan pusaka dilakukan di dalam rumah semi permanen berlantai dua itu dengan upacara ritual dan kesenian, meski sederhana.

“Acara membersihkan pusaka ini diadakan paling cepat setahun sekali, tapi ini sudah dua tahun baru dilaksanakan, sengaja kami pilih waktunya setelah Idul Adha karena banyak kerabat yang pulang,” kata Feriyanto, 39 tahun, salah seorang yang hadir.

Makanan khusus disiapkan untuk hulubalang “penjaga” benda pusaka di atas loteng. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Para perempuan yang datang masing-masing membawa tiga bungkus “nasi ibat”, nasi khas Kerinci yang dibungkus dengan daun pisang. Juga gulai untuk sambal makanan yang nantinya dimakan bersama.

Mereka juga masing-masing membawa secanting beras yang disebut “beras zkat” dengan uang Rp1.000 atau Rp5.000 untuk syarat upacara adat. Beras nanti untuk pemilik rumah dan uang yang terkumpul untuk “honorarium” seorang pawang.

Dipandu pawang, peti-peti berisi bendapusaka pun diturunkan dari loteng rumah.(Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Hidangan yang dibawa ditaruh di atas tikar di tengah ruangan, di hadapan semua orang yang duduk bersila. Setelah berdoa secara Islam, kemudian makan bersama, lalu dilanjutkan lagi dengan berdoa dan memohon restu kelancaran acara kepada Tuhan.

Maka acara ritual pun dimulai dengan sesajian di atas talam di tengah ruangan.  Di atas talam terdapat nasi kuning, nasi bercampur pisang di atas bilah bambu, sepotong gulai daging yang baru dimasak, aneka bunga, nasi dalam cangkir bersama telur.

Peti-peti berisi benda pusaka pun dibawa ke tengah rumah. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Selain itu ada tiga baskom air yang sudah dicampur dengan perasan tiga jenis jeruk. Jeruk nipis, jeruk kunci, dan jeruk kapas. Air ini untuk memandikan benda-benda pusaka.

Seorang pawang benda-benda pusaka memulai acara. Pawang itu bernama Depati Jufri, 57 tahun. Ia pemimpin adat di dusun tetangga, Dusun Nek, yang sengaja dipanggil untuk melakukan upacara.

Lama tersimpan di loteng, peti-peti pun berdebu. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Ia membakar kemenyan, lalu membaca mantera dalam bahasa kerinci. Ia seakan berbicara dengan arwah nenek moyang, pemilik sekaligus hulubalang penjaga benda-benda pusaka yang akan dibersihkan. Ia menyebutkan semua sajian makanan untuk arwah para hulubalang.

Halaman 1 dari 4
12...4Selanjutnya
Tags: kerincipusaka
BagikanTweetKirim

Baca Juga

gusmen heriadi

Pameran Tunggal 25 Tahun Perjalanan Seniman Gusmen Heriadi

4 November 2021
Mentawai

Arat Sabulungan dan Gempuran Agama di Mentawai

17 November 2021
sinyal ponsel

Tanpa Sinyal di Lembah Tilir

20 Maret 2021
lukisan

Pameran Tunggal Syam Terrajana di Yogyakarta

14 Maret 2021
Berita Selanjutnya
Menyeruput Kopi yang Bukan Kopi

Menyeruput Kopi yang Bukan Kopi

TRENDING

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia
Wisata

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia

Febrianti
3 Agustus 2019

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa

11 September 2017
manggarai

Tradisi Orang Kolang di NTT, Leluhurnya dari Minangkabau

22 Februari 2021
Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

30 Januari 2017
Turis Amerika Mencoba Magis Lukah Gilo

Turis Amerika Mencoba Magis Lukah Gilo

11 Oktober 2018

TERBARU

Kelinci sumatera
Lingkungan

Kelinci sumatera yang Dianggap Hampir Punah Terlihat di Kerinci

Febrianti
3 Juni 2022

gusmen heriadi

Pameran Tunggal 25 Tahun Perjalanan Seniman Gusmen Heriadi

4 November 2021
Mentawai

Arat Sabulungan dan Gempuran Agama di Mentawai

17 November 2021
Siberut

Perubahan Iklim dan Kerusakan Hutan Menyebabkan Krisis Air di Siberut

4 September 2021
Sungai Buluh

Perhutanan Sosial Sungai Buluh, Layu Sebelum Berkembang

19 Juli 2021
Jurnalis Travel

Ikuti Kami di Media Sosial

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan

ㅤ

  • Berita
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video

© Hak cipta Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Privacy & Policy
  • Indeks
No Result
LIhat Semua Hasil
  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

© 2021 Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.