Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Sisa dermaga Pulau Cingkuak di Painan, Pesisir Selatan yang dibuat VOC pertengahan abad ke-17 sebelum menguasai Padang. (Foto: JP/Syofiardi Bachyul Jb)

MAKAM BELANDA YANG TERLANTAR

Kompleks makam pun tidak terawat dan tidak jelas berapa jumlahnya, mungkin lebih dari tiga. Selain itu juga ada tiga sumur dan sebuah bak penampungan air.

Lampiran Gambar

Prasasti kuburan seorang prajurit Belanda yang tewas di Pulau Sipora, Mentawai pada 1859 di Pulau Pisang Gadang, Padang. Kiri Harfiandri Damanhuri.  (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Sebuah prasasti makam setinggi 2 meter terlihat megah dan menarik untuk ukuran pulau yang penuh kelapa dan pisang itu. Prasasti ini menyebutkan dimakamkan Letnan Dua Angkatan Laut Belanda, J.P. Uyttenhooven yang tewas oleh penduduk di Kampung Saribanoa, Pulau Sipora (mungkin maksudnya Siberimanua, Desa Tuapejat, Pulau Sipora sekarang) pada 13 April 1859 dalam usia 24 tahun. Kematiannya disebut sudah terbalaskan dan prasasti dibuat oleh kawan-kawannya di Padang.

Uijttenhooven adalah satu dari tiga korban tewas, dua lainnya prajurit penduduk asli yang mungkin berasal dari Jawa, dalam ekspedisi Belanda dengan kapal uap (screw steamship) “Montrado” untuk menguasai Mentawai.

Lampiran Gambar

Prasasti kuburan seorang prajurit Belanda yang sebelumnya terluka di Pulau Weh, Aceh pada 1889 di Pulau Pisang Gadang. Prasasti rebah akibat penggalian kuburan oleh orang tak bertangung jawab. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Prasasti lain berdiri lebih rendah dengan tulisan dua baris “Zune Vele Vrienden En Kameraden”, artinya kira-kira “Di sini teman yang dibaringkan dengan damai”. Prasasti lain tergeletak di tanah menginformasikan kuburan  Letnan W.E. Van Spencler yang lahir 3 November 1862 dan meninggal 4 April 1890 karena luka yang dideritanya di Pulau Weh, Aceh tiga setengah bulan sebelumnya.

Berjarak 19 km dari Pulau Pisang Gadang ke arah Samudera Hindia terdapat sebuah pulau lebih kecil hanya 16,6 hektare bernama Pulau Pandan. Di pulau yang terletak 22,5 km dari Muara Padang ini juga terdapat peninggalan Kolonial Belanda.

Lampiran Gambar

Bekas bangunan Belanda di Pulau Pandan. Ada yang menyebut bekas gudang pelabuhan, ada juga yang menyebut dulu berfungsi sebagai penjara. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Informasi tentang pulau ini agak minim. Mungkin fungsi  pulau ini juga pelabuhan perantara, karena seperti Pulau Pisang Gadang, juga disebut “Reede van Padang”. Tapi sebuah peta lama menggambarkan sebuah bangunan cukup besar yang dilengkapi sebuah dermaga. Salah satu ruang kecil di sisi bangunan diterangkan sebagai gudang kapur dan di jalan menuju dermaga sebagai tempat pembakaran kapur.

Saat ini sisa bangunan berupa dinding-dinding yang cukup tinggi. Namun dermaga dan jalan menuju ke sana tidak ada lagi. Belum diketahui apa fungsi bangunan ini. Ada yang menyebut gudang bongkar-muat barang dari kapal yang sandar, karena di Pulau Pisang sedang penuh. Ada juga yang menyebut bangunan ini juga pernah berfungsi sebagai penjara. Penduduk menginformasikan di pulau ini juga pernah ada kuburan-kuburan Belanda.

Lampiran Gambar

Sumur fasilitas pendukung bekas bangunan Belanda di Pulau Pandan. Ada yang menyebut bekas gudang pelabuhan, ada juga yang menyebut dulu berfungsi sebagai penjara. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Harfiandri Damanhuri, peneliti pulau-pulau kecil Sumatera Barat dari Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta, Padang mengaku prihatin dengan kondisi bangunan-bangunan peninggalan era Kolonial Belanda yang terabaikan di kedua pulau ini.

“Saya beberapa kali mengunjungi pulau ini, saya mendengar banyak cerita dari penghuni pulau atau nelayan yang nongkrong di sana, ada banyak tinggalan yang dirusak, dicuri, atau dirubuhkan, dan sayangnya hingga sekarang tak ada upaya proteksi dari pemerintah,” katanya.

Lampiran Gambar

Bekas telapak menara suar yang dibongkar di Pulau Pisang Gadang.(Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Ia menyebutkan, prasasti kuburan di Pulau Pisang yang rubuh adalah akibat tangan jahil yang menggali kuburan untuk mencari emas milik orang yang dikuburkan. Bahkan ada orang yang melarikan prasasti marmer putih. Ia juga mendengar cerita dulu ada rel dan gerbong kereta untuk mengangkut batubara dari gudang ke dermaga yang dilarikan orang pada 1980-an.

Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto