Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak

Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak

Pantai Cingkuak, terutama di teluk yang tenang dengan pasir putih sangat menggiurkan wisatawan untuk menikmatinya. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Pulau kecil di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yang di zaman Kolonial merupakan pulau sangat penting. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Pulau kecil di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yang di zaman Kolonial merupakan pulau sangat penting. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

SUAMI-istri itu berdebat tentang asal-usul nama Pulau Cingkuak.

"Itu nama komandan pasukan asing yang pertama datang ke pulau ini, seorang laksamana Cina," kata si suami.

"Bukan, nama itu berasal dari nama sejenis monyet yang dulu banyak hidup di sini," kata si istri.

Suami-istri berusia 30-an itu sedang menyiapkan pesanan saya, semangkuk mie rebus dan segelas teh es. Warung mereka beratap rumbia, lantai langsung pasir, dan dinding bambu setinggi pinggang.

Pemandangan lepas ke pantai berpasir putih yang indah ke arah teluk Pantai Carocok dengan latar belakang deretan Bukit Barisan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Angin berhembus di sela pepohonan kelapa yang menaungi seluruh pulau.

Pantai Cingkuak, terutama di teluk yang tenang dengan pasir putih sangat menggiurkan wisatawan untuk menikmatinya. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Pantai Cingkuak, terutama di teluk yang tenang dengan pasir putih sangat menggiurkan wisatawan untuk menikmatinya. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Saya pernah membaca tulisan seorang akademisi di Padang yang menyebut nama Pulau Cingkuak berasal dari nama "Laksamana Ceng Ho". Ceng Ho tercatat enam kali mengunjungi Sumatera abad ke-15 dan ia menduga laksamana Tiongkok yang muslim itu juga pernah mendarat di pulau ini.

Tapi alasan ini saya sangat lemah. Selain Ceng Ho tercatat hanya ke pantai timur dan tak pernah ke pantai barat Sumatera, juga tak ada peninggalan pendukungnya.

“Itu mengada-ada,” kata Profesor Gusti Asnan, sejarawan Universitas Andalas.

Nama Pulau Cingkuak di masa lalu ditulis dalam berbagai bahasa, terutama Belanda, dalam beragam sebutan. Ada Poulo Chinco, Poulo Chinko, Poeloe Tjinko, Poelau Tjinkoek, dan Pulu Tjinkuk. Tapi orang setempat menyebutnya "Pulau Cingkuak".

Peta Pulau Cingkuak abad ke-17 tertulis "Poulo Chinco". Denah bangunan terlihat bersama dermaga di sisi timmur dan jalan menuju posko pengintai di atas bukit. (Repro dari website Kaartcollectie Buitenland Leupe)

Peta Pulau Cingkuak abad ke-17 tertulis "Poulo Chinco". Denah bangunan terlihat bersama dermaga di sisi timmur dan jalan menuju posko pengintai di atas bukit. (Repro dari website Kaartcollectie Buitenland Leupe)

Saya pernah melihat dua peta yang dibuat pada abad berbeda di website Kaartcollectie Buitenland Leupe. Peta abad ke-17 tertulis "Poulo Chinco" dan peta abad ke-18 "Poeloe Chinco".

"Cingkuak" adalah nama lokal di Sumatera Barat untuk silvery lutung yang bahas latinnya Tranchypithecu cristatus yang hidup di pulau Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaysia, dan Indo Cina. Bulunya abu-abu gelap dengan jembul di kepala dan di wajah, sehingga terlihat wajahnya seperti bercak.

Bercak di wajah inilah yang menggelarinya "cingkuak" yang artinya "coreng" dalam bahasa Minang. Monyet Cingkuak sudah lama tak ada di Pulau Cingkuak, besar kemungkinan sejak pulau itu didiami bangsa asing.

Saya menduga orang-orang Portugislah pertama kali menyebutkan nama pulau ini dari bahasa lokal sesuai dengan lidah mereka "Poulo Chinco", lalu dilanjutkan para petugas VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie in Dutch) yang bercokol di pulau itu sejak 1662.

Peta Pulau Cingkuak abad ke-18 dengan nama "Poeloe Chinco". (Repro dari website Kaartcollectie Buitenland Leupe)

Peta Pulau Cingkuak abad ke-18 dengan nama "Poeloe Chinco". (Repro dari website Kaartcollectie Buitenland Leupe)

Tapi ini hanya dugaan, sebab kehadiran Portugis di Pulau Cingkuak dan bahkan pantai barat Sumatera Barat merupakan sebuah misteri. Memiliki pengaruh pada nama tempat, budaya lokal, dan sejarah lisan, tapi tidak pernah meninggalkan bukti tertulis.

MISTERI BENTENG PORTUGIS

Di Pulau Cingkuak ada cagar budaya yang dinamakan "Benteng Portugis" yang sudah dipugar Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar pada 1996. Sisa bangunan benteng hanya dinding yang menyatu dengan sebuah gerbang di sisi barat pulau dan dua bagian dinding di sisi timur yang mengarah ke Carocok.

Bangunan dari batu alam setebal 60 cm di timur dilengkapi lubang pengintai. Deretan bata terpasang sebagai penguat kolom lubang pengintai. Sedangkan gerbang barat terbuat dari pasangan bata merah yang rapi. Ada juga jalan setapak dan tangga dari batu alam untuk jalan ke bukit. Bangunan benteng seperti mendominasi pulau kecil yang hanya seluas 4,5 hektare.

Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

"Penamaan Benteng Portugis sesuai dengan sebutan masyarakat setempat, mereka tidak pernah menyebutnya benteng VOC atau benteng Belanda, ini tentu ada alasannya," kata Yusfa Hendra Bahar, anggota Tim Studi Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan Benteng Pulau Cingkuak, Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar.

Padahal, berdasarkan catatan sejarah benteng ini sudah lama dikuasai VOC dan Pemerintah Hindia Belanda. Mereka sejak 1662 menguasai Cingkuak dan menjadikan pulau kecil itu sebagai jangkar untuk menduduki Kota Padang. Pulau ini juga digunakan hingga lebih satu abad kemudian sebagai loji untuk keperluan perdagangan lada dan pala, bahkan mengelola tambang emas Salido.

Sisi barat Pulau Cingkuak. Juga tenang. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Sisi barat Pulau Cingkuak, juga tenang. Lokasi menara mercusuar sekarang, dulu menara pengintai. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Nama "Benteng Portugis" di Pulau Cingkuak sama berbau Portugisnya dengan "Salido", kota pantai pada masa lalu tak jauh dari pulau itu yang terkenal sebagai lokasi tambang emas yang diincar bangsa asing. Seorang pejabat Belanda di Padang pada 1821 melaporkan bahwa berdasarkant cerita rakyat setempat pernah terdapat reruntuhan rumah dan gudang-gudang milik bangsa Portugis di selatan Kota Padang itu.

Lagu "Kaparinyo" dan tari "Balanse Madam" yang hidup di Kota Padang sebelumnya diduga pengaruh kesenian Portugis. Namun ini belakangan berdasarkan penelusuran filolog dari Universitas Leiden, Suryadi, dikenali sebagai pengaruh Perancis.

Gerbang timur bekas benteng VOC di Pulau Cingkuak yang disebut Benteg Portugis. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Gerbang timur bekas benteng VOC di Pulau Cingkuak yang disebut Benteg Portugis. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Dalam cerita rakyat di pesisir Sumatera Barat juga disebut tentang "Raja Sipatokah" yang dimaksud sebagai pemimpin Portugis. Bahkan dalam candaan, penduduk mempersonifikasikan pakaian pengantin pria Minang sebagai pakaian "Rajo Sipatokah". Pakaian itu mirip pakaian seorang matador.

Rusli Amran dalam bukunya "Padang Riwayatmu Dulu" (1986) menyebutkan, telah menelusuri literatur kehadiran Portugis di pantai barat Sumatera Barat ini di perpustakaan di Belanda, Perancis, dan Portugis, tapi nihil. Ini aneh, sebut Rusli Amran, karena perjalanan kapal-kapal Portugis biasanya dilaporkan tertulis.

"Kesimpulan yang dapat ditarik ialah, mereka (Portugis-red) yang pernah sampai di Padang atau sekitarnya tidak pernah kembali lagi ke tanah air mereka (mungkin kapal karam, kawin dengan penduduk setempat, atau dibunuh meski kemungkinannya kecil-red)... Bahwa mereka pernah bermukim di sana sebagai bangsa Eropa pertama, ini boleh dikatakan pasti, kalau tidak dari mana pengaruh-(pengaruh) tersebut," tulisnya.

Sisi depan bagian barat benteng di Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Sisi depan bagian barat benteng di Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto