Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak

Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak

Pantai Cingkuak, terutama di teluk yang tenang dengan pasir putih sangat menggiurkan wisatawan untuk menikmatinya. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

DARI CINGKUAK MENYERANG PADANG

Saya berdiri di Cingkuak yang juga memiliki bukit kecil setinggi sekira 30 meter. Mata bisa mengawasi seluruh areal dari puncak bukit ini, tempat di zaman dulu (jika berpedoman pada peta lama) pernah berdiri bangunan pengintai atau tempat menembakkan meriam ke arah kapal lawan di tengah laut. Kini di tempat itu berdiri sebuah mercusuar berangka besi.

Zaman sekarang mungkin terasa aneh kenapa pulau kecil seperti ini menjadi tempat penting, mungkin, bagi Portugis, VOC, Pemerintahan Belanda, bahkan juga Inggris yang pernah merebutnya. Tapi melihat dari atas, membayangkan sepasukan koloni bangsa Eropa yang datang ke negeri asing untuk berdagang lada dan emas (dan tentu maksud tersembunyi untuk menguasainya), ini adalah pulau yang sangat istimewa.

Berjarak ke pantai Carocok di Pulau Sumatera hanya 300 meter, itu adalah teluk yang kira-kira sanggup direnangi. Ada pulau kecil lain berupa bukit, Pulau Cingkuak Kecil di masa lalu yang kini disebut Pulau Batu Kereta sebagai pelindung.

Sisa gerbang bagian barat Benteng Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Sisa gerbang bagian barat Benteng Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Di sebelah barat dengan 70 meter perairan dangkal, kapal besar bisa berlabuh. Andai serangan dari penduduk lokal muncul menyeberangi teluk, Anda bisa angkat sekoci lari ke kapal besar menuju Samudera Hindia.

Armada VOC pertama kali masuk Pesisir Selatan ketika diterima Sultan Indrapura, lebih 100 km arah selatan pada awal 1600-an. Kemudian pindah ke lokasi tambang emas Salido pada 1646. Untuk keamanan, mereka pindah ke Pulau Cingkuak pada 1662.

Dari Pulau Cingkuak, VOC mengatur strategi untuk menguasai Kota Padang empat tahun kemudian dan mempertahankannya. Benteng Cingkuak menjadi tapak kekuatan VOC di pantai barat Sumatera, seperti halnya Fort Marlborough milik Inggris di Bengkulu. Selain sebagai dermaga barang dagangan, di sini beberapa kali dilakukan perjanjian dengan raja Minangkabau dan raja-raja kerajaan kecil sekitar untuk mengatur daerah kekuasaan.

Susunan batu sisa dermaga zaman Kolonial Belanda di teluk Pulau Cingkuak.(Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Susunan batu sisa dermaga zaman Kolonial Belanda di teluk Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Bangunan di Pulau Cingkuak pada 1667 sebagian dilengkapi dengan dinding batu tebal. Sebuah gudang batu dibangun dua tahun kemudian. Pulau ini dipimpin kepala dagang Pantai Barat Sumatera di bawah kendali Komandan Padang.

Di sini juga berdiri beberapa rumah warga, gudang lada dan pakaian. Lada yang dikumpulkan dari Minangkabau untuk diekspor, sedangkan pakaian yang didatangkan dari India untuk alat barter dengan pedagang pribumi. Di sana juga terdapat rumah untuk pada budak dan pos jaga tentara.

Tambang emas Salido merupakan tempat yang sangat erat kaitannya dengan benteng Pulau Cingkuak. Lokasi yang sekarang dekat Kota Painan, zaman dulu terkenal di Sumatera sebagai daerah tambang emas dan perak. VOC secara resmi mendapatkan kepemilikan tambang dari Sultan  Indrapura dan Raja Tarusan pada Juli 1667, sekaligus kepemilikan terhadap Pulau Cingkuak. VOC melakukan penambangan tiga tahun kemudian dan mendirikan sebuah benteng bernama Fort Cronenburg di sana.

Kolonial Inggris pernah menduduki Pulau Cingkuak dan Padang pada selama29 tahun (1795-1824). Ini adalah sketsa William Grant yang berjudul "East View of Poolo Chinco on the Coast of Sumatra” yang dibuat pada 1802 memperlihatkan situasi Pulau Cingkuak waktu itu. Sketsa didapatkan dari www.allposters.co.uk. (Repro: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Kolonial Inggris pernah menduduki Pulau Cingkuak dan Padang pada selama 29 tahun (1795-1824). Ini adalah sketsa William Grant yang berjudul "East View of Poolo Chinco on the Coast of Sumatra” yang dibuat pada 1802 memperlihatkan situasi Pulau Cingkuak waktu itu. Sketsa didapatkan dari www.allposters.co.uk. (Repro: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Tapi penambangan emas di Salido tak begitu menggembirakan. Meski mendatangkan ahli-ahli dari Eropa, hasilnya tak seluarbiasa popularitasnya, sehingga dihentikan setelah ditambang selama 26 tahun. Awal 1700-an penambangan dicoba kembali dan ditutup lagi 1737.

MADAME VAN KEMPEN

Selain bekas dinding benteng, pulau ini juga memiliki tinggalan arkeologi lain. Sisa bekas dermaga dari batu alam masih terlihat menjulur dari pantai ke teluk di pantai timur. Di masa lalu dermaga selebar 6 meter ini memiliki panjang 44 meter.

Juga ada sebuah bangunan prasasti di atas makam Madame van Kempen yang sudah diatap. Dua buah sumur, satu berdiameter cukup besar yang sekarang hanya bisa dilihat sebagai lubang pembuangan sampah.

Lokasi prasasti Madame Van Kempendi Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Lokasi prasasti Madame Van Kempen di Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Satu lagi bangunan yang sering menarik perhatian (padahal tidak tinggalan arkeologis) adalah kuburan seorang pria, warga pemilik lahan Pulau Cingkuak bernama Nurlian. Itu hanya bangunan kuburan duplikat (orangnya dikubur di tempat lain pada 2005) untuk memenuhi janji keluarga almarhum yang ingin dikuburkan di Cingkuak.

Prasasti Madame van Kempen terbuat dari marmer seukuran makam ditulis dalam bahasa Perancis. Meski retak bekas vandalisme tangan jahil, masih bisa dibaca. Prasasti ini dibuat 6 Agustus 1911 oleh Sabine Hoogenstraaten-van Kempen untuk makam nenek buyutnya, Susanna Geertruij Haije.

Prasasti Madame Van Kempendi Pulau Cingkuak. Ada retakan bekas vandalisme orang yang mencari harta karun. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Prasasti Madame Van Kempendi Pulau Cingkuak. Ada retakan bekas vandalisme orang yang mencari harta karun. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Siapa dia? Susanna atau Madame Van Kempen lahir di Amsterdam 15 Januari 1734, lalu meninggal dan dimakamkan di Pulau Cingkuak pada 25 April 1767 dalam usia 33 tahun. Ia dibawa suaminya yang lebih tua lima tahun darinya, Thomas van Kempen Jansz yang menjadi kepala dagang (opperhoofd) di Pulau Cingkuak.

Susanna meninggalkan seorang putra berusia lima tahun, Servaas Hendrik van Kempen yang lahir di Amsterdam. Servaas adalah kakek Sabine, si pembuat prasasti.

Kenapa prasasti berbahasa Perancis? Menurut Teguh Hidayat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, karena sejak Negeri Belanda dikuasai Napoleon, para bangsawan Belanda merasa terhormat jika menggunakan bahasa Perancis. Hal ini masih terjadi saat prasasti Madame Van Kempen dibuat.

Pulau Cingkuak terlihat di balik Pulau Batu Kreta. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Pulau Cingkuak terlihat di balik Pulau Batu Kreta. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Ketika Thomas van Kempen menjadi kepala dagang Pulau Cingkuak inilah terjadi serangan mendadak tentara Inggris pada 16 Agustus 1781. Sebuah kisah yang sangat terkenal di masa lalu di pantai barat Sumatera Barat. Satu skuadron kapal Inggris dari Bengkulu berisi 330 pelaut berpengalaman, 110 tentara, dan 25 prajurit Sepoy mendatangi pulau kecil itu.

Mereka mengibarkan bendera Belanda dan Perancis untuk mengecoh penguasa Cingkuak. Siasat ini betul-betul mempecundang Van Kempen yang mengira yang datang adalah kapal-kapal Belanda bersatu dengan Perancis. Benteng yang dijaga belasan orang Eropa dan 7 tentara asli Belanda tak berkutik. Meriam-meriam Inggris pun memporakporandakan benteng itu.

Melumpuhkan benteng Cingkuak hanya langkah pertama Inggris untuk gerakan selanjutnya menguasai Kota Padang. Inggris berhasil merebut benteng Belanda di Kota Padang esoknya dan menguasainya selama tiga tahun. Kemudian seperti halnya Padang, Cingkuak ditinggalkan Inggris begitu saja dan baru kembali mendudukinya pada 1795 hingga 1824.

Kapal yang siap mengantar pengunjung ke Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Kapal yang siap mengantar pengunjung ke Pulau Cingkuak. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Kempen sendiri meninggal di Amsterdam pada 1783 dalam usia 54 tahun. Hanya dua tahun setelah serangan Inggris ke Pulau Cingkuak. Saya belum menemukan buku yang mengisahkan riwayatnya. Kenapa Kempen ke Amsterdam setelah tragedi itu? Apakah ia terluka?

Pulau kecil ini juga menjadi lokasi catatan sejarah hantaman tsunami pantai barat Sumatera yang juga melanda Padang. Para penulis Belanda mencatat, tsunami akibat gempa besar pernah menghantam dan menghanyutkan rumah-rumah serta orang-orang di benteng Pulau Cingkuak. Itu terjadi pada 10 Februari 1797 dan 24 November 1833.

Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto