Motif Kain di Arca Ini Mirip Ukiran Rumah Gadang

Motif Kain di Arca Ini Mirip Ukiran Rumah Gadang

Arca Prajnaparamita di Museum Kompleks Candi Muarajambi. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Lampiran Gambar

Arca Prajnaparamita di Museum Kompleks Candi Muarajambi. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

JIKA Anda berkunjung ke kompleks Candi Muarajambi di Provinsi Jambi, masuklah ke museum yang berisi aneka temuan menarik peninggalan kebesaran kerajaan era Hindu-Buddha di tepi sungai Batang Hari itu.

Di sana, ada sebuah patung atau arca perempuan tanpa kepala yang mirip arca Ken Dedes peninggalan Kerajaan Singasari abad ke-13 yang ditemukan di Malang, Jawa Timur dan kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Kedua arca ini disebut arca Prajnaparamita. Perbedaan kondisi arca ini, jika arca perwujudan Ken Dedes dalam kondisi utuh, termasuk “sandaran” di belakangnya, arca Prajnaparamita di Muarajambi ini tidak memiliki sandaran dan bagian kepala serta kedua lengan bagian bawahnya tidak ditemukan.

Lampiran Gambar

Motif "Aka Cino" di ukiran sabuk arca Prajnaparamita dan ukiran daun bodi di kain, (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Prajnaparamita dalam ajaran Buddha adalah Dewi Kebijaksanaan. Pada arca, sikap tangan terlihat sedang “dharmacakramudra” atau memutar roda dharma. Dewi kebijaksanaan duduk di atas lapik tertutup kain panjang dengan sikap kaki padmasana, kaki disilangkan dan telapak kaki kanan menghadap ke atas.

Arca Prajnaparamita ditemukan di Candi Gumpung, candi pertama yang dipugar di kompleks percandian Muarajambi. Meski diduga sezaman dengan era Singasari, namun peneliti situs Muarajambi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo berpendapat, arca Muarajambi ini tidak didatangkan dari Jawa.

“Meski sama namun memiliki perbedaan, perbedaan ini mengindikasikan bahwa arca tersebut dibuat lokal, mungkin di Muarajambi,” katanya.

Lampiran Gambar

Bandingkan dengan motif Aka Cino di Rumah Gadang di Nagari Sumpur, Tanah Datar ini. (Repro Buku Mahakarya Rumah Gadang Minangkabau/ BPSNT Padang)

Kelokalannya, kata Bambang, tampak dari Prajnaparamita Muarajambi lebih langsing dan pakaian yang dikenakannya lebih raya dengan lipatan-lipatan.

Nah, ukiran motif kain penutup tubuh bagian bawah arca ini sangat menarik, karena indah dan halus. Paling mengejutkan, motif kain dan sabuk tersebut mengingatkan saya pada dua motif tradisional Minangkabau yang sering terukir di Rumah Gadang kuno.

Pertama adalah motif yang bernama “Aka Cino”. Motif ini terukir di kain sabuk arca ini. Bagi orang Minang motif aka cino memiliki pengertian akar Cina atau bisa juga “akal Cina” adalah akar yang tumbuh panjang tanpa putus yang bermakna akal pikiran yang panjang untuk mencari makan. Kata “Cino” bermakna peniruan terhadap keuletan orang Cina dalam perdagangan.

Lampiran Gambar

Motif Daun bodi di tengah ornamen lingkaran di ukiran kain arca Prajnaparamita Muarajambi. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Nama motif mencontoh kepada etnis Cina tersebut, selama ini menjadi teka-teki, kapan dan dari mana asalnya etnis Minangkabau kuno bisa meniru orang Cina. Sebab motif yang dipakai di Minang ini dipastikan jauh lebih lama dari kedatangan orang Cina yang berdasarkan catatan sejarah masuk ke Sumatera Barat dari pesisir barat seperti Pariaman dan Padang.

Salah satu dugaan adalah asal motif  ini dari Muarajambi? Pengaruh dan kehadiran orang Cina di Muarajambi terlihat dari banyak temuan di sekitar candi. Bahkan salah satu bekas candi yang tidak bisa dipugar karena rusak parah dinamakan “Candi Cina”, karena di sana terdapat kuburan orang Cina.

Ini sangat memungkinkan, karena diduga kompleks Candi Muarajambi adalah bekas Kerajaan Malayu yang kemudian pada abad yang lebih muda pindah ke Dharmasraya di bagian hulu sungai Batang Hari.

Lampiran Gambar

Motif Daun Bodi di salah satu tiang Rumah Gadang di Nagari Sumpur, Tanah Datar ini. (Repro Buku Mahakarya Rumah Gadang Minangkabau/ BPSNT Padang)

Kemudian abad yang jauh lebih muda lagi di era Adityawarman dipindahkan ke Pagaruyung sebagai pusat Minangkabau. Semuanya masih dalam era agama Hindu-Buddha,spesifiknya Buddha Mahayana. Artinya, sebelum Islam masuk ke Ranah Minang dan Jambi.

Selain motif aka cino, juga ada motif “daun bodi”. Pada ukiran di kain arca, daun bodi bagian dari hiasan di tengah ornamen bulatan. Sedangkan di rumah gadang kadangkala dibuat tunggal di tiang atau bagian tengah ornamen dinding. Nama motifnya adalah “daun bodi”.

Bodi adalah inti dari ajaran Buddha. Bahkan arca Prajnaparamita disebut sebagai perwujudan Bodhisattadewi atau boddisattwa wanita.

Lampiran Gambar

Arca Prajnaparamita di kompeks candi Muarajambi yang tidak ditemukan utuh. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Motif kain di arca ini pernah diteliti Johathan Zilberg dari University of Illinois at urbana-Chamaign, USA.

Dalam tulisannya "Textile History in Stone: The Case of the Muarajambi Prajnaparamita" (2012), Zilberg memunculkan pertanyaan, apakah tekstil dengan motif yang halus pada arca ini betul-betul penggambaran akurat tekstil abad ke-13 di Muarajambi atau hanya kerja kreatif pematungnya.

“Apakah tekstil ini pengaruh dari luar negeri, misalnya India, atau memang kreasi lokal, juga belum ada jawaban apakah tekstil yang indah tersebut sudah biasa dikenakan para bangsawan kala itu,” tulisanya.

Terlepas dari penelitian yang masih berjalan untuk mencari jawaban yang cukup sulit secara ilmiah karena minimnya data pendukung, sebuah dugaan perlu kita ketengahkan hubungan motif arca Prajnaparamita ini dengan ukiran yang berkembang di Minangkabau, termasuk untuk Rumah Gadang.

Lagi pula filosofi atau adat-istiadat Minangkabau juga berasal dari pengaruh Hindu-Buddha. (Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel)

CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com. Terima kasih untuk anda bantu bagikan dengan tautan.(REDAKSI)

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu
Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu
Bukik Sakura Maninjau
Melihat Bulat Danau Maninjau di Bukit Sakura
Singkarak
Nagari Sumpu Jadikan “Manjalo Ikan Bilih” Sebagai Atraksi Wisata
Air Terjun Lubuak Bulan
Air Terjun Lubuak Bulan, Air Terjun Unik yang Ditelan Bumi
Nyarai
Ekowisata Nyarai Tetap Bertahan Meski Pandemi
Wisata Bonjol
Potensi Ekowisata Lubuk Ngungun di Bonjol Akan Dikelola