Minggu, Juli 3, 2022
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
No Result
LIhat Semua Hasil
Home Wisata
Orang-Orang yang Ramah di Kepulauan Banyak

Di Pulau Rangit Kecil. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

Orang-Orang yang Ramah di Kepulauan Banyak

Syafrizaldi Aal
19 Mei 2017
A A
Di Pulau Rangit Kecil. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

TIGA tahun lalu kami sekeluarga memilih menelisik gugusan pulau di barat daya Aceh, yaitu Kepulauan Banyak.  Kami menemukan keramahan warga nan sejati dan pertanyaan tentang pemanasan global

Di Kepulauan Banyak, dua anak saya, Arung dan Azzura, masing-masing 6 dan 9 tahun, serasa di kampung sendiri. Orang-orang berbahasa Minangkabau dengan lancar.  Logat mereka sedikit berbeda. Mereka bebas bercakap-cakap dalam bahasa ibu yang mesra.

KM Muara Singkil sudah pergi dari kemarin, meneruskan perjalanan ke Nias, membawa orang dan bahan perniagaan.  Tapi saya dan keluarga masih terkurung di Pulau Balai, satu-satunya pulau yang memiliki pelabuhan besar, cukup untuk menyandarkan kapal berbobot 350 gross tonnage (GT) itu.

Dermaga Pulau Balai. (Foto: Syafrialdi Aal/ JurnalisTravel.com)

Penyeberangan kami sekeluarga dari Singkil ke Pulau Balai dicandai dengan gelegar petir, gelombang menghempas, dan badai merajai angkasa.  Musim mungkin sedang tidak bersahabat.

“Ayah, apakah badai pertanda perubahan iklim?” tanya mereka.

Orang-orang Pulau Balai menyapa ramah, menawarkan tempat menginap atau sekedar beristirahat.  Kami memilih penginapan sederhana tapi luas, Losmen Putri.  Bangunan semi permanen yang bersih.

Azwardin, 38 tahun, membawa kami ke rumahnya. Istrinya menyiapkan hidangan malam usai berbuka puasa.  Ikan sambam, ikan yang dibakar dengan bungkus daun pisang, sop kepiting serta sambal terasi menunggu untuk disantap.  Makanan terlezat yang kami santap selama pengembaraan ini.

Perjalanan dari Pulau Balai. (Foto: Syafrialdi Aal/ JurnalisTravel.com)

Menurut Azwardin, hasil laut sekarang sulit didapat. Nelayan tradisional tidak bisa melaut sebebas sediakala.  Kapal-kapal besar menciderai keadilan nelayan kecil.  Kedua anak saya menggali jawaban tentang cara melaut para nelayan kecil dari saudara angkatnya, anak-anak Azwardin.

Speedboat membawa kami meluncur ke Pulau Malelo, hampir dua jam perjalanan dari Pulau Balai.  Malelo konon dulunya adalah pulau yang cukup luas, kelapa mengiasi isi pulau itu.  Kini Malelo nyaris menyisakan tunggulnya saja. Ribuan dara laut terusik ketika perahu kami mendarat.

Dua anak saya membantu menanam kelapa di pulau itu.  Mereka berharap Malelo akan kembali seperti sediakala.

Pulau Palambak. (Foto: Syafrialdi Aal/ JurnalisTravel.com)

“Di sini dulu ada lebih dari 100 pulau, tapi tsunami 2004 menguburkan sebagian pulau-pulau itu dan menjadikanya gosong,” ungkapnya.

Badai dari utara mengancam, kami harus segera kembali ke Pulau Balai.  Badai kemarin tampaknya masih akan berlangsung selama beberapa hari ke depan.

Azwardin membawa kami ke Pulau Rangit Kecil sehari sebelum bertandang ke Malelo. Pulau ini merupakan salah satu pulau yang nyaris bernasib sama. Pasir putih menghampar di tepian pantai. Beberapa pohon tampak meranggas, hampir mati.

Sop Kepiting. (Foto: Syafrialdi Aal/ JurnalisTravel.com)

Kedua anak saya mencoba menerka apa yang sudah terjadi.

“Mungkinkah air laut naik akibat es di kutub mencair?” tanya Azzura.

Pertanyaan yang saya jawab dengan senyum. Saya membiarkan mereka bermain girang bersama kerang yang berserak di bibir pantai.

Ikan Sambam. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

Azwardin menceritakan pulau itu semula cukup luas sebagai kebun kelapa. Kini, Pulau Rangit Kecil tidak berpenghuni. Pantainya sudah turun hingga beberapa meter ke laut.

Pulau ini, kata Azwardin, dulu menyatu dengan Pulau Rangit Besar yang bersisian. Kenaikan air laut membuat kedua pulau terpisah.

Kami bertemu Salman di Pulau Teluk Nibung, sejam perjalanan laut dari Pulau Balai.  Di atas tungku, Salman menjerang air di dalam drum. Dia sedang mengolah teripang. Arung dan Azzura terlibat mengaduk isi drum, tapi tak tahan dengan bau amis teripang.  Mereka lari menjauh.

Anak-anak bercanda di Kepulauan Banyak. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnallisTravel.com)

Keduanya masih menyisakan pertanyaan, mungkinkah teripang juga terpengaruh air pasang?

Saya membiarkan mereka menemukan jawaban lewat buku-buku yang mereka bawa.  Istirahat sore kami di penginapan tentu memberikan mereka waktu mendiskusikan persoalan itu.  (Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

Tags: acehkepulauan banyak
BagikanTweetKirim

Baca Juga

Rantau Malam

Suasana Perkampungan Hulu Serawai

14 Januari 2021
borneo

Tapak Tilas Molengraaff di Borneo

10 Desember 2020
karst

Bertandang ke Ujung Karst

18 November 2020
Luwuk 18 Jam

Luwuk 18 Jam

2 Oktober 2020
Berita Selanjutnya
Sagu yang Mulai Tergusur di Mentawai

Sagu yang Mulai Tergusur di Mentawai

TRENDING

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia
Wisata

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia

Febrianti
3 Agustus 2019

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa

11 September 2017
manggarai

Tradisi Orang Kolang di NTT, Leluhurnya dari Minangkabau

22 Februari 2021
Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

30 Januari 2017
Tips Buat Wisatawan di Padang Jika Terjadi Gempa dan Tsunami

Tips Buat Wisatawan di Padang Jika Terjadi Gempa dan Tsunami

17 April 2020

TERBARU

Kelinci sumatera
Lingkungan

Kelinci sumatera yang Dianggap Hampir Punah Terlihat di Kerinci

Febrianti
3 Juni 2022

gusmen heriadi

Pameran Tunggal 25 Tahun Perjalanan Seniman Gusmen Heriadi

4 November 2021
Mentawai

Arat Sabulungan dan Gempuran Agama di Mentawai

17 November 2021
Siberut

Perubahan Iklim dan Kerusakan Hutan Menyebabkan Krisis Air di Siberut

4 September 2021
Sungai Buluh

Perhutanan Sosial Sungai Buluh, Layu Sebelum Berkembang

19 Juli 2021
Jurnalis Travel

Ikuti Kami di Media Sosial

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan

ㅤ

  • Berita
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video

© Hak cipta Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Privacy & Policy
  • Indeks
No Result
LIhat Semua Hasil
  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

© 2021 Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.