Jumat, April 9, 2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
No Result
LIhat Semua Hasil
Home Wisata
Membayangkan Soekarno Menatap Maninjau

Pemandangan favorit dari Kelok 34 melihat Danau Maninjau dengan sebuah rumah adat Minangkabau. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

Membayangkan Soekarno Menatap Maninjau

Syafrizaldi Aal
21 Maret 2017
A A
Pemandangan favorit dari Kelok 34 melihat Danau Maninjau dengan sebuah rumah adat Minangkabau. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

“TAK lengkap mengunjungi Ranah Minang bila tak singgah di Maninjau, ujar Presiden Soekarno dalam sebuah lawatannya berpuluh tahun lalu,” kata Roni, warga Kampung Ambacang, Nagari Koto Malintang.  Catatan tentang hal itu ia baca dari salah satu penginapan di pinggir danau Maninjau.

Saya merasakan semangat itu berulang saat bermalam di rumah Roni. Hawa sejuk dengan pemandangan danau yang menakjubkan menjadi tontonan setiap hari. Dinding danau jauh di hadapan saya tampak curam.  Sedangkan hamparan sawah kontras dengan warna langit nan biru.

Dalam dekapan malam saya mengigil, tapi harus memaksa memicingkan mata karena esok Roni mengajak saya “malangge”.  Malangge adalah kebiasaan warga mendatangi kebun untuk memungut durian yang jatuh.

Siapapun dibebaskan mengambil durian pada saat “malangge”, pemilik kebun tak akan melarang.  Malangge adalah kearifan dimana durian telah menjadi pemersatu warga.

Pebalap Tour de Singkarak melewati Dnaau Maninjau. (Foto: Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)

“Malangge hanya berlangsung setelah salat subuh sampai jam tujuh pagi, jadi kita harus bergegas,” ujar Roni.

Saya menikmati durian hasil malangge kami di dangau miliknya seraya menyeruput kopi.  Kenikmatan yang takkan mungkin saya ingkari.

Dengan rasa penasaran yang akut, saya beralih meninggalkan Roni untuk menyambangi rumah Buya Hamka, seorang ulama besar kelahiran Maninjau.  Beberapa kerabat Buya menyambut saya tanpa sengaja.

Tongkat milik Buya masih tersusun rapi, buku-buku tersimpan baik di lemari.  Beberapa pigura memperlihatkan foto Buya. Tapi mereka mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah.  Saya maklum dengan kondisi itu.

Rumah-rumah tua peninggalan Belanda tampak kokoh di pinggir jalan saat saya puas mendengar kisah Hamka. Beberapa rumah tampak memiliki angka di bubungan atap, satu di antaranya bertuliskan angka 1867.  Saya paham angka itu menunjukkan tahun pembuatan rumah.  Tapi sayang, kebanyakan rumah dari beton itu sudah dikerubuti lumut.

Lawang Park lokasi paralayang favorit di kawasan Danau Maninjau. (Foto: Febrianti/JurnalisTravel.com)

Saya mulai merenung tentang masa depan sejarah negeri ini. Tapi siapa peduli?

Dini hari, saya tercenung di Kelok 34.  Suasana masih samar saat saya memutuskan untuk beranjak pagi buta. Pada 3 Juni 2010, rombongan Tour de Singkarak membalap sepedanya dari Maninjau ke Bukittinggi.  Jika saya terlambat, jalan akan ditutup dan saya akan melewatkan momen bersejarah itu.

Pemandangan alam membentang di hadapan saya kini.  Ciptaan penguasa alam berpadu karya manusia, sungguh menawan.  Sebuah rumah bergaya unik Minangkabau berpadu undakan sawah, jejeran keramba tersusun rapi, sementara jalan berliku tajam.

Di sekelilingnya, pangkuan perbukitan curam mengungkung seisi danau.  Di kejauhan, saya masih melihat Gunung Singgalang dan Gunung Marapi berdiri kokoh. Semantara awan putih bergelayut di langit, matahari tepat berada di belakang saya.

Saya membayangkan Soekarno berdiri di tempat saya berada kini, memandang jauh ke depan.  Akankah kemewahan ini dapat dipertahankan? (Syafrizaldi Aal/ JurnaliasTravel.com)

Tags: maninjausoekarno
BagikanTweetKirim

Baca Juga

Rantau Malam

Suasana Perkampungan Hulu Serawai

14 Januari 2021
borneo

Tapak Tilas Molengraaff di Borneo

10 Desember 2020
karst

Bertandang ke Ujung Karst

18 November 2020
Luwuk 18 Jam

Luwuk 18 Jam

2 Oktober 2020
Berita Selanjutnya
Mambantai Kerbau Sebelum Turun ke Sawah

Mambantai Kerbau Sebelum Turun ke Sawah

Discussion about this post

TRENDING

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia
Wisata

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia

Febrianti
3 Agustus 2019

Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

Malin Kundang Diduga Kuat Berasal dari Aceh

30 Januari 2017
Menguak Hubungan Bukit Siguntang dengan Sriwijaya

Menguak Hubungan Bukit Siguntang dengan Sriwijaya

4 Januari 2017
Tiga Hari Tiga Malam Menyusuri Sungai Rokan

Tiga Hari Tiga Malam Menyusuri Sungai Rokan

13 Januari 2017
Cantiknya Gadis-Gadis Minang Berpakaian Adat

Cantiknya Gadis-Gadis Minang Berpakaian Adat

22 Februari 2021

TERBARU

salak bali
Lingkungan

Menyulap Salak Menjadi Cuka dan Kopi di Agro Abian Salak

Jurnalistravel
31 Maret 2021

porang

Ramai-Ramai Menanam Porang di Manggarai Timur

28 Maret 2021
sinyal ponsel

Tanpa Sinyal di Lembah Tilir

20 Maret 2021
lukisan

Pameran Tunggal Syam Terrajana di Yogyakarta

14 Maret 2021
marie thomas

Kisah Lengkap Marie E Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia yang Meninggal di Bukittinggi

22 Februari 2021
Jurnalis Travel

Ikuti Kami di Media Sosial

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan

ㅤ

  • Berita
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video

© Hak cipta Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Privacy & Policy
  • Indeks
No Result
LIhat Semua Hasil
  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

© 2021 Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.