Jumat, April 16, 2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
No Result
LIhat Semua Hasil
Home Lingkungan
yogyakarta

Membuat lahan untuk tanaman jahe di bawah pohon jati di area KTHKm Sedyo Rukun, Sabtu, 8 September 2020. (Foto: Silvia Prima)

Sumber Ekonomi di Bawah Pohon Jati

Syofiardi Bachyul Jb
16 November 2020
A A
yogyakarta
Membuat lahan untuk tanaman jahe di bawah pohon jati di area KTHKm Sedyo Rukun, Sabtu, 8 September 2020. (Foto: Silvia Prima)

Oleh: Silvia Prima

SEMBARI bersenda gurau, Sumi, Yeni, Narni, dan anggota lainnya bekerja sama membuat “kowakan” atau lubang di tanah untuk menanam empon-empon, garut, dan porang. Sesekali mereka saling ejek untuk menghilangkan rasa lelah.

Meski yang terdaftar sebagai anggota kelompok adalah laki-laki atau suami mereka, tetapi yang banyak bekerja justru para perempuan atau Istri. Karena banyak pekerjaan di area Kelompok Tani Hutan Kemasyarakat (KTHKm) Sedyo Rukun yang dapat dikerjakan oleh para perempuan. Selain itu, KTHKm Sedyo di Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut  juga dipimpin perempuan.

BACA JUGA: Ketika Kelompok Tani Menikmati Kayu Jati

“Prayakan” atau kerja bakti dilaksanakan setiap Selasa pagi, antara pukul 07.00 – 09.00 WIB. Banyak pekerjaan yang mereka lakukan, seperti membuat “kowakan”, menyirami tanaman yang sudah mulai tumbuh, dan menyebar rabok atau pupuk kandang.

Selesai kerja bakti biasanya ditutup dengan makan bersama dengan menu andalan, tiwul. Tiwul salah satu olahan dari singkong yang biasanya digunakan sebagai pengganti nasi.

Sedangkan alas makan yang mereka gunakan bukanlah piring keramik seperti biasanya, tetapi menggunakakn daun jati.

Sudarmi, ketua KTHKm Sedyo Rukun disela-sela waktu istirahat mengatakan adanya hutan negara berupa hutan produksi yang dikelola oleh KTHKm Sedyo Rukun sangat bermanfaat bagi anggota kelompoknya.

yogyakarta
Tanaman di bawah tegakan tersebut biasanya berupa empon-empon, palawija, porang, garut, dan tanaman pakan ternak. (Foto: Silvia Prima)

Dengan adanya sistem penanaman tanaman bawah tegakan maka para anggota dapat memanfaatkan lahan area atau andilnya masing masing untuk ditanami palawija atau tanaman pakan ternak.

“Hasil dari tanaman palawija seperti jagung, kacang, dan lain-lain saat musim panen bisa mereka jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Kelompok yang beranggotakan 48 orang tersebut juga saling kerja sama dalam menanam empon-empon seperti jahe, kunyit, dan temulawak. Empon-empon digunakan untuk membuat produk olahan minuman yang hasilnya dijual antar sesama anggota paguyuban KTHKm atau ke pasar umum.

Awalnya lahan milik negara tersebut hanya ditanami pohon jati (Tectona grandis) yang di bawahnya semak belukar. Namun sejak pengeolaan diserahkan kepada KTHKm Sedyo Rukun, lahan tersebut memiliki banyak manfaat.

Salah satu manfaatnya adalah menambah isi pundi-pundi para anggotanya. Sebab mereka memanfaatkan bawah tegakan pohon jati untuk ditanami anak tanaman, seperti empon-empon, dan lainnya.

Pada 2000 KTHKm Sedyo Rukun yang berada di bawah binaan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan izin sementara untuk mengelola hutan produksi milik negara tersebut. Namun baru 2007 disahkan dengan keluarnya surat keputusan Bupati Gunungkidul Hj. Badingah Nomor 208/KPTS/2007.

Tanaman di bawah tegakan tersebut biasanya berupa empon-empon, palawija, porang, garut, dan tanaman pakan ternak. Para anggota kelompok dapat menanam palawija pada area atau sesuai andilnya masing-masing. Hasil dari tanaman palawija tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Kelompok tani ini memberikan banyak keuntungan bagi saya dan keluarga, karena tahun ini saya dapat memanen jagung yang saya tanam di bawah pohon jati ini,” kata Sumiati, anggota KTHKm Sedyo Rukun.

Sumiati juga mendapat kesempatan mengikuti beberapa pelatihan tentang cara mengolah empon-empon yang sudah ditanam bersama para anggota lainnya. “Salah satu pelatihan yang saya dapatkan adalah cara membuat minuman serbuk berupa jahe kristal,” ujarnya.

Tetapi tanaman palawija tidak dapat ditanam terus-menerus, karena saat pohon jati mulai berumur tiga tahun tanaman palawija tidak dapat tumbuh. Sebab daun pohon jati mulai lebat sehingga menutupi sinar matahari ke bawah.

Tanaman lain yang bisa ditanam adalah rumput pakan ternak seperti kolonjono, gajahan, dan indigo vera. Rumput pakan ternak biasanya dimanfaatkan para anggota kelompok untuk ternak mereka.

Yogyakarta
Di areal tersebut masing-masing anggota yang berjumlah 48 orang mendapatkan andil 0,35 ha. (Foto: Silvia Prima)

Lokasi penanaman tanaman bawah tegakan berada pada lahan seluas 4 hektare yang tersebar di areal 17 hektare. Di areal tersebut masing-masing anggota yang berjumlah 48 orang mendapatkan andil 0,35 ha.

Para anggota KTHKm Sedyo Rukun yang mendapatkan andil harus menjaga dan memelihara semua jenis tanaman yang ada, baik itu tanaman pokok (pohon jati) maupun tanaman yang berada di bawah tegakan. Anggota kelompok dilarang untuk merusak hutan, membakar seresah, dan menjual tanaman tegakan.

Untuk masa tanam sampai panen palawija memerlukan waktu kurang lebih empat bulan dan empon-empon 6 – 8 bulan.

Untuk tanaman pokok jati dari masa tanam hingga panen selama 18 tahun. Dari awal mendapatkan pengesahan, semua tanaman, baik tanaman tegakan maupun yang di bawahnya, sudah mendapatkan hasil.

Untuk tekstur tanah, tingkat kesuburan tanah sebelum ditanami tanaman bawah tegakan, justru kurang subur karena tidak ada pemupukan yang lebih spesifik. Tapi setelah adanya tanaman bawah tegakan tekstur tanah menjadi lebih subur. Itu karena sebelum menanam tanaman bawah tegakan para angota melakukan pemupukan pada lubang yang akan ditanami.

Pada Agustus 2019 pertama kalinya KTHKm Sedyo Rukun menebang pohon jati di areal yang mereka Kelola. Tetapi tidak semua pohon jati yang ada di area KTHKm Sedyo Rukun ditebang dalam satu waktu. Tebangan dilakukan sebanyak tiga kali yang dilaksanakan setahun sekali, mulai 2019 dan diakhiri 2021.

Hasil tebangan kemudian dijual dan hasilnya dibagikan kepada anggota. Setelah penebangan dilakukan penanaman kembali.

Sambil menunggu masa panen kembali pohon jati yang membutuhkan waktu lama, tanaman bawah tegakan diharapkan dapat menambah pendapatan KTHKm Sedyo Rukun dan anggotanya.

Mantan Kepala Desa Banyusoco, Sutiyono sangat mengapresiasi program yang dilakukan KTHKm Sedyo Rukun.

“Dulu saya sering mengantarkan langsung para mahasiswa pertanian yang hendak melakukan penelitian di KTHKm Sedyo Rukun, saya bangga karena ada salah satu daerah di Banyusoco yang sering dijadikan lahan praktik,” katanya.

Ia juga bangga karena beberapa kali KTHKm Sedyo Rukun mendapatkan penghargaan di tingkat Provinsi DI Yogyakarta dan nasional.

Ia berharap program tersebut mendapatkan apresiasi lanjutan dari pemerintahan desa di bawah kepemimpinan kepala desa yang baru.

“Karena program ini bisa mengangkat perekonomian masyarakat,” ujarnya. (Silvia Prima)

 (Tulisan feature ini hasil Pelatihan Jurnalisme Warga yang diadakan The Samdhana Institute dengan peserta pemuda komunitas adat se-Indonesia dengan trainer Syofiardi Bachyul Jb secara online pada 31 Agustus -21 September 2020. Silvia Prima adalah pegiat KTHKm Sedyo Rukun di Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta).

Tags: gunung kidulhutam kemasyarakatanhutan jatihutan rakyatkelompok tanikthkmperhutanan sosialtanaman obatyogyakarta
BagikanTweetKirim

Baca Juga

salak bali

Menyulap Salak Menjadi Cuka dan Kopi di Agro Abian Salak

31 Maret 2021
porang

Ramai-Ramai Menanam Porang di Manggarai Timur

28 Maret 2021
porang

Magang di Jepang 9 Bulan Berkat Menanam Porang

16 Januari 2021
bank sampah

Penjahit Sampah dari Karang Putih

26 Desember 2020
Berita Selanjutnya
NTT internet

Kerja Keras Jurnalis di Kampung Minim Internet di NTT (1)

Discussion about this post

TRENDING

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia
Wisata

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia

Febrianti
3 Agustus 2019

Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

4 Januari 2017
Cantiknya Gadis-Gadis Minang Berpakaian Adat

Cantiknya Gadis-Gadis Minang Berpakaian Adat

22 Februari 2021
Menguak Hubungan Bukit Siguntang dengan Sriwijaya

Menguak Hubungan Bukit Siguntang dengan Sriwijaya

4 Januari 2017
Mentawai

Perjalanan Melintasi Pulau Siberut

24 September 2020

TERBARU

salak bali
Lingkungan

Menyulap Salak Menjadi Cuka dan Kopi di Agro Abian Salak

Jurnalistravel
31 Maret 2021

porang

Ramai-Ramai Menanam Porang di Manggarai Timur

28 Maret 2021
sinyal ponsel

Tanpa Sinyal di Lembah Tilir

20 Maret 2021
lukisan

Pameran Tunggal Syam Terrajana di Yogyakarta

14 Maret 2021
marie thomas

Kisah Lengkap Marie E Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia yang Meninggal di Bukittinggi

22 Februari 2021
Jurnalis Travel

Ikuti Kami di Media Sosial

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan

ㅤ

  • Berita
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video

© Hak cipta Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Privacy & Policy
  • Indeks
No Result
LIhat Semua Hasil
  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

© 2021 Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.