Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu

Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu

Lukisan Fatmawati dan Soekarno di rumah ibu Fatmawati di Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Lukisan Fatmawati dan Soekarno di rumah ibu Fatmawati di Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Lukisan Fatmawati dan Soekarno di rumah ibu Fatmawati di Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

DI KOTA BENGKULU, Provinsi Bengkulu, sepenggal kisah cinta Soekarno dengan Fatmawati yang mereka jalani kurang dari empat tahun, bisa dilihat di dua tempat, Rumah Pengasingan Bung Karno di Jalan Soekarno dan Rumah Fatmawati di Jalan Fatmawati di kawasan Simpang Lima. Setiap hari kedua tempat ini ramai pengunjung.

Rumah Pengasingan Bung Karno berdiri di atas tanah seluas 4 hektare. Bangunan utama hanya 9 X 18,5 meter. Sebagian bahan bangunan sudah direnovasi sesuai bentuk asli. Memasuki teras, kita akan disambut pintu utama menuju ruang tamu di depan dan pintu ke kamar kerja di kanan.

Di ruang tamu terdapat satu set kursi kayu berdudukan dan bersandaran rotan. Kursi ini pernah digunakan Soekarno ketika mendiami rumah ini. Di belakangnya ada sebuah sepeda ontel tua di dalam lemari kaca. Itu adalah sepeda yang biasa digunakan Soekarno bepergian di Bengkulu. Dengan sepeda ini pula terlihat di sebuah foto ia membonceng Fatmawati.

Rumah Pengasingan Soekarno di Jalan Sokarno, Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Rumah Pengasingan Soekarno di Jalan Sokarno, Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Di ruang kerja berbentuk oval di bagian depan, kita akan disambut sebuah meja kerja dan kursi replika. Dua lemari berisi lebih 200 buku tua peninggalan Bung Karno. Di dinding terpajang gambar desain dan foto Masjid Jamik dan dua rumah warga karya Soekarno di Bengkulu.

Di belakang kamar kerja terhubung sebuah pintu dengan kamar utama. Terdapat sebuah ranjang Soekarno dan Inggit. Dua buah lemari berisi pakaian bekas pemain sandiwara “Monte Carlo”. Juga sebuah meja hias hasil desain Bung Karno.

Di dinding terpajang beberapa foto, paling menarik adalah foto anggota “Monte Carlo” selesai pementasan. Fatmawati sebagai gadis remaja yang menarik terlihat di sana berbaju hitam bersama keluarga Soekarno. Foto lainnya adalah surat-surat cinta Soekarno kepada Fatmawati. Ada kartu pos bertahun 1941.

Rumah Fatmawati di Jalan Fatmawati, Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Rumah Fatmawati di Jalan Fatmawati, Bengkulu. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Di seberang kamar Soekarno-Inggit terdapat kamar tidur Ratna Djuami dan Sukarti atau Kartika. Di kamar ini selama hampir dua tahun Fatmawati pernah tinggal. Di belakang terdapat beranda yang luas, tempat terdapat satu set meja makan dan lemari makanan.

Bangunan terpisah adalah kamar pembantu, dapur, dan kamar mandi. Sebuah sumur yang selalu jernih airnya menjadi daya tarik lain tempat ini.

Yaman, penjaga rumah bersejarah itu mempromosikan agar orang mencuci muka dengan air tersebut. Menurutnya, banyak orang percaya melakukan itu akan mendatangkan berkah seperti kehebatan Soekarno dalam seksualitas dan keturunan.

Saya dan Yose, wartawan Media Indonesia mencoba "peruntungan" dengan membasuh muka dengan air sumur rumah Soekarno. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Saya dan Yose, wartawan Media Indonesia mencoba "peruntungan" membasuh muka dengan air sumur di belakang rumah Soekarno. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

“Dulu pernah seorang laki-laki yang susah sekali mendapatkan anak, datang ke sini sebelum Magrib, kemudian mandi dengan air sumur dan salat Magrib di rumah ini, beberapa tahun kemudian dia datang lagi dengan istri dan seorang anaknya yang kecil, ia mengadakan acara syukuran dengan menjamu makan di rumah ini,” ujarnya.

Pengunjung dipungut bayaran masuk rumah ini. Tapi jika Anda membawa “kamera besar”, seperti kamera DSLR, harus membayar lebih mahal, termasuk jika anda seorang jurnalis. Yaman mengatakan, sering diprotes pengunjung karena peraturan ini. Tapi mengaku hanya menjalankan tugas karena diwajibkan menyetor pajak retribusi kepada Pemerintah Bengkulu.

MESIN JAHIT SINGER MILIK FATMAWATI

Di sisi jalan lain di Simpang Lima, berjarak 400 meter, terdapat Rumah Ibu Fatmawati Soekarno. Rumah replika rumah nenek Fatmawati tempat ia pernah tinggal ini berbahan kayu. Dulu lokasi rumah ini yang asli seratus meter lebih ke arah ke simpang.

Memasuki rumah kita akan disambut lukisan cukup besar Fatmawati dan Soekarno. Lukisan ini diapit dua manaken di dalam lemari kaca berpakaian kebaya dan selendang, pakaian kesukaan Fatmawati.

Benda yang paling menarik di rumah ini adalah sebuah mesin jahit tua terletak di atas meja marmer. Mesin jahit “Singer” ini jenis mesin jahit yang dijalankan dengan tangan, bukan kaki. Pada keterangan tertulis mesin jahit ini pernah dipakai Fatmawati menjahit bendera merah putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Di rumah ini banyak terpajang foto kegiatan Fatmawati dengan Soekarno, umumnya kegiatan kenegaraan. Pengunjung bebas masuk rumah ini tanpa dipungut bayaran. Bahkan pengunjung bisa masuk tanpa ada penjaga.

Satu lagi bangunan terkait dengan Bung Karno di Bengkulu yang sering dikunjungi wisatawan adalah Masjid Jamik di Jalan Soedirman. Masjid ini terletak dekat pasar di simpang tiga. Atapnya limas bertingkat tiga dengan teras di depan.

Berjalan kaki dari Rumah Pengasingan Bung Karno ke mesjid ini sekitar sepuluh menit. Mesjid Jamik  direnovasi atas usulan Bung Karno yang waktu itu sering salat di sini. Ketika itu mesjidnya sudah tua dan jelek dengan atap rumbia yang kerapkali bocor serta berdinding papan. Bung Karno membuat sendiri desainnya dan membantu warga dalam pembangunan. Soekarno mengeluh betapa sulitnya meyakinkan warga untuk merenovasi mesjid ini.

Ketika di pengasingan ini pula keahlian Soekarno sebagai seorang arsitek lulusan Technische Hoogeschool, cikal bakal Institut Teknologi Bandung, dimanfaatkan warga kaya di Bengkulu. Ada dua desain gambar rumah tinggal yang pernah dibuat Soekarno pada 1940. Sebuah rumah terletak di jalan KH Ahmad Dahlan No. 48 Kebun Ros yang sekarang dimiliki keluarga Alfian. Lainnya rumah di Jalan Prof Dr Hazairin, SH No. 3137 dan No. 3138 miliki keluarga almarhum Ki Agus Husin.

Nama Soekarno juga disebut di benteng Fort Marlborough di kawasan pelabuhan Bengkulu. Di sana tertulis “Ruang Interogasi Soekarno”. Soekarno pernah diinterogasi polisi Pemerintahan Hindia Belanda di tempat ini menjelang Jepang menyerbu Bengkulu dan Bung Karno sekeluarga kemudian dilarikan ke Padang.

Kehadiran Soekarno selama hanya empat tahun di Bengkulu menimbulkan bekas yang mendalam di hati masyarakat di sana. Kehadiran Fatmawati dalam hidup Soekarno di masa penting perjuangan kemerdekaan dan seseorang di balik berkibarnya Sang Saka Merah Putih menjadi catatan sejarah bangsa ini.

ASAL MULA SUKARNO DI BENGKULU

Kota Bengkulu satu tempat yang sangat penting dalam sejarah hidup Soekarno atau Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia.

Meski hanya menetap empat tahun di kota pesisir barat pulau Sumatra itu dan sebagai politisi yang diasingkan Kolonial Belanda pula, tapi masa di Bengkulu menjadi episode tak terlupakan dalam kisah rumah tangga Soekarno. Bahkan juga dalam sejarah Indonesia.

Itu karena seorang gadis muda Bengkulu bernama Fatmawati, yang sebelumnya bernama Fatimah. Gadis muda yang kemudian menjadi First Lady pertama republik ini, yang terkenal karena menjadi penjahit Sang Saka Merah Putih, bendera yang dikibarkan pertama kali ketika pembacaan proklamasi.

Perempuan yang melahirkan lima anak Soekarno yang terkenal, terutama yang kemudian menjadi presiden perempuan satu-satunya, Megawati Soekarnoputri.

Soekarno menjejakan kaki di Bengkulu bagian dari upaya Pemerintah Kolonial Belanda untuk membungkam gerakan kemerdekaan Indonesia yang dikibarkannya. Semula ia dipenjara di Jawa, kemudian diasingkan ke Pulau Bunga di Ende, Flores.

Selama di pengasingan ia ditemani istrinya yang setia, Inggit Garnasih, seorang gadis Bandung. Bersama mereka juga ikut Ratna Djuami. Ratna yang juga keponakan Inggit mereka jadikan anak angkat karena pasangan ini tak kunjung dikaruniai anak.

Lima tahun di Flores, Soekarno diserang malaria yang divonis bisa menyebabkan kematiannya. Sejumlah aktivis lain memprotes Pemerintah Hindia Belanda dan meminta Soekarno dipindahkan ke pulau yang lebih besar yang lingkungannya lebih sehat.

Maka Soekarno dipindahkan ke Bengkulu pada 1938, sebuah kota yang penduduknya kurang aktivitas politik dan cukup sulit diakses. Sebuah daerah yang dinilai Soekarno hidup dengan benteng Islam yang kolot. Perempuannya menutupi badan dengan rapi dan dipisahkan dari laki-laki.

Di Bengkulu Soekarno tinggal di sebuah rumah di pusat kota dengan halaman depan dan belakang yang luas. Rumah itu milik Tjang Tjeng Kwat, seorang pengusaha Tionghoa yang menyuplai sembako untuk Pemerintah Hindia Belanda di Bengkulu.

Mengisi hari-harinya, Soekarno menerima tawaran ketua Muhammadiyah setempat, Hassan Din, untuk mengajar di sekolah rendah agama yang baru dibuka lembaga itu. Syaratnya, ia tidak boleh membicarakan politik.

FATMAWATI MURID SOEKARNO

Di kelas itu terdapat Fatmawati, puteri Hasan Din sendiri. Gadis 15 tahun itu setahun lebih muda dari Ratna Djuami, anak angkat Soekarno. Fatmawati berasal dari Curup, kampung di luar Bengkulu. Ketika ia melanjutkan pendidikan ke sekolah keterampilan rumah tangga di Bengkulu, ia mencari tempat tinggal. Soekarno mengulurkan tangan menumpang di rumahnya.

Fatmawati menjadi anggota keluarga itu. Sehari-hari ia tidur di kamar Ratna Djuami dan seorang anak angkat lainnya, Sukarti yang umurnya lebih muda sepuluh tahun dari Ratna.

Di rumah itu Soekarno dan Inggit mendirikan Perkumpulan Sandiwara “Monte Carlo”. Sejumlah pemuda ikut sebagai pemain, termasuk Ratna dan Fatmawati. Mereka sering berlatih di halaman. Kadangkala mereka juga belajar di rumah atau bermain bulutangkis. Soekarno senang kepada Fatmawati dan sering mengajaknya jalan-jalan di Pantai Panjang sambil berdiskusi berbagai hal.

Jarak usia mereka 20 tahun dan Soekarno berada dalam posisi sebagai figur seorang bapak. Tapi Inggit mulai curiga dengan kedekatan mereka, membuahkan pertengkaran karena cemburu. Setelah dua tahun tinggal di rumah itu, Fatmawati pindah ke rumah neneknya tak jauh dari sana. Mereka masih sering bertemu jika ada acara.

Dua tahun kemudian, ketika berumur 17 tahun, Fatmawati akan dijodohkan keluarganya dengan seorang pemuda. Ia mendatangi Bung Karno untuk meminta pendapat. Bukan masukan menerima atau tidak yang ia dapatkan dari Soekarno, tapi BungKarno justru menyatakan cintanya dan berencana mengawininya. Fatmawati menerimanya, namun tidak ingin dipoligami.

Meyakinkan Inggit untuk mengawini Fatmawati adalah hal terberat dalam hidup Soekarno. Alasan utama Soekarno adalah ingin mendapat keturunan dan memiliki anak banyak, sesuatu yang tidak bisa diberikan Inggit.

Tapi perempuan 53 tahun itu tidak bisa menerimanya. Terlebih ia merasa terpukul karena perempuan itu adalah Fatmawati, seorang gadis yang pernah diterimanya hidup di dalam rumah tangganya dan sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri.

Inggit menyesali telah menerima Fatmawati di rumahnya. Kelak 38 tahun kemudian pada 1980 Fatmawati bisa bertemu dengan Inggit untuk meminta maaf di Jakarta, menjelang ia meninggal. Inggit menyampaikan bagaimana rasanya disakiti, menyindir perasaan Fatmawati ketika ditinggalkan Soekarno untuk perempuan lain.

Jepang menyerbu Sumatera pada 12 Februari 1942. Soekarno sekeluarga diungsikan ke Padang. Soekarno sempat berpegangan tangan ketika berpamitan dengan Fatmawati di depan pintu rumah neneknya. Dikawal setengah lusin polisi, mereka naik mobil ke Muko-Muko, kemudian melanjutkan berjalan kaki lebih 300 km melewati hutan dan menyeberangi sungai penuh buaya.

MENIKAHI FATMAWATI

Soekarno akhirnya resmi bercerai dengan Inggit yang telah setia menemani 20 tahun. Ia mengantarkannya ke Bandung. Pada Juni 1943 Soekarno mengirimkan telegram kepada seorang temannya di Bengkulu untuk mengabarkan akan menikahi Fatmawati. Ia meminta temannya itu mewakili dirinya yang disahkan dalam Islam, karena Bung Karno sedang sibuk memimpin revolusi.

Usia mereka terpaut 20 tahun. Namun kemesraan perkawinan mereka hanya berjalan 13 tahun. Seorang perempuan lain, Hartini, akhirnya merebut hati Soekarno. Fatmawati hengkang dari istana dan memilih hidup sendiri. Soekarno terus berpindah ke lain hati untuk lima perempuan cantik lainnya.

Tapi Fatmawati telah menancapkan kesan mendalam terhadap bangsa ini. Bukan hanya karena ia menjadi First Lady pertama ketika Soekarno menjadi presiden. Namun tangannya yang terampil telah menjahit bendera merah-putih yang digerek ketika Proklamasi Kemerdekaan dibacakan pada 1 Agustus 1945. Bendera yang kemudian dinyatakan sebagai Sang Saka. (Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

 

Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Khasiat Air Sumur Rumah Bung Karno yang Dipercaya Orang
Khasiat Air Sumur Rumah Bung Karno yang Dipercaya Orang
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah