Kerja Keras Jurnalis di Kampung Minim Internet di NTT (1)

NTT internet

Seorang jurnalis sedang mengakses internet dengan gawainya bersama warga di sebuah bukit di pedalaman Manggarai Timur, NTT. (Foto: Markus Makur)

Oleh: Markus Makur

PERSAINGAN media siber atau media online yang semakin meningkat menuntut para pekerja media harus selalu aktif dan tetap produktif dalam menulis maupun mempublikasikan berita. Tujuannya, ya agar medianya tetap ramai dikunjungi pembaca.

Namun ada sekelumit masalah yang menjadi penghambat bagi seorang jurnalis  media siber dalam mempublikasikan berita secepat mungkin jika sedang meliput di pedalaman Nusa Tenggara Timur, khususnya di pedalaman Kabupaten Manggarai Timur.

NTT internet

Dua pemuda sedang membuat api dari kayu untuk mengusir dingin ketika internetan di atas gunung di sebuah kampung pedalaman Manggarai Timur, NTT. (Foto: Markus Makur)

Salah satunya adalah masalah jaringan internet. Jaringan internet  yang buruk membuat waktu pengiriman berita cukup lama, meskipun jurnalis dituntut untuk menayangkan berita yang aktual.

"Saya setiap pagi harus naik ke gunung untuk mencari sinyal 4G untuk mengirim berita,” kata Gabriel Anggur ketika ditelepon Selasa, 13 Oktober 2020.

Kontributor Klivetvindonesoa.com tersebut mengisahkan, saat makan siang ia turun ke kampung untuk makan. Kemudian ia naik ke gunung lagi untuk mengirim berita.

“Saya tetap bangkit dan berjuang kerja serta produktif untuk mengirim berita di tengah situasi pandemi Covid-19,” katanya.

Ia tidak bisa ke Kota Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur, karena jaraknya sekitar 75 kilometer. Setelah wabah virus korona ia lebih banyak di kampungnya di Desa Golowuas, Kecamatan Elar Selatan.

Tapi di desa itu jaringan internet buruk. Untuk mengirimkan berita satu-satunya cara ia harus meninggalkan rumah pukul 9 pagi untuk mencari sinyal 4G.

“Biasanya saya pulang hanya untuk makan siang, setelah itu pergi lagi," kata Anggur yang juga editor di klivetvindonesia.com.

Lokasi sinyal internet cukup jauh dari rumahnya. Terkadang ia harus naik gunung agar mendapatkan sinyal. Tempat terbaik yang ada sinyal adalah Golo Sipi (Gunung Sipi).

"Kondisi jaringan internet di sana cukup bagus, hanya saja untuk pergi ke sana harus berjalan kaki, jaraknya sekitar 2 km dari rumah hingga di kaki gunung, dari kaki gunung sampai ke puncak ditempuh 45 menit," ujarnya.

Jika harus malam di lokasi gunung yang bersinyal, suasana sangat dingin. Terpaksa dihidupkan api dengan kayu untuk menghangatkan tubuh. Biasanya warga lain juga ada di sana untuk internetan.

NTT internet

Seorang jurnalis sedang mengakses internet dengan gawainya bersama warga di sebuah bukit di pedalaman Manggarai Timur, NTT. (Foto: Markus Makur)

Selain Golo Sipi, tempat yang biasa ia kunjungi adalah Watu Nampe. Lokasi ini hanya 200 meter dari rumahnya. Namun sinyal tidak sebaik di Golo Sipi.

"Kalau habis hujan sinyal internetnya terganggu, jadi kita harus menunggu beberapa jam sampai sinyalnya muncul lagi, itupun tidak stabil," katanya.

BELUM ADA LISTRIK PLN

Anggur menjelaskan, selain masalah jaringan internet, masalah listrik juga menjadi faktor penghambat baginya dalam bekerja sebagai wartawan di pedalaman Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini kampungnya belum dijangkau jaringan listrik PLN. Untuk mengecas gawai ia menggunakan genset atau panel lampu bertenaga surya.

"Kalau cuaca cerah arus listrik yang dihasilkan cukup kuat, kalau mendung terkadang satu hari kita cas hanya 15  persen daya yang terisi, jadi harus berhitung cermat dalam menggunakan handphone agar digunakan untuk hal yang penting saja," katanya.

Terkadang ia harus menumpang mengecas gawai di rumah yang memiliki generator atau genzet.

"Generator milik keluarga, malam hari baru dinyalakan, itupun tidak setiap malam, hidupnya seminggu hanya sekali, biasanya malam Minggu," katanya.

Anggur berharap ke depan pemerintah bisa memperhatikan kondisi di daerahnya yang belum dijangkau  PLN dan juga jaringan telekomunikasi yang  belum memadai.

"Semoga ke depan Kecamatan  Elar Selatan bisa dijangkau PLN dan jaringan telekomunikasi yang memadai sehingga kami tidak susah-susah lagi dalam mengakses internet," katanya.

Sementara, kontributor TVRI di Kabupaten Manggarai Timur, Ambrosius Adir juga mengalami hal serupa. Ia tinggal di Kampung Munda, Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba

Sehari-hari ia berjuang mencari sinyal di atas bukit di antara Desa Gunung Baru dan Desa Gunung untuk mengirim video liputan ke TVRI.

Hanya di situ ada sinyal. Namun terkadang sinyal kurang stabil atau hilang pada saat cuaca mendung. Jika itu yang terjadi, ia terpaksa berangkat dengan sepeda motor ke Kota Borong yang berjarak 40 km agar berita bisa dikirimkan.

“Di tengah pandemi Covid-19 ini, saya harus tetap kerja dan kirim berita demi membiayai hidup keluarga, saya harus tetap bangkit dan produktif mengirim berita, baik berita perkembangan kasus Covid-19 maupun informasi pembangunan lainnya di wilayah kerja saya di Manggarai Timur," katanya.

Wartawan Florespos.net, Albertus Harianto saat dihubungi Selasa, 13 Oktober 2020 menceritakan, saat ini ia tinggal di Kampung Heso, Desa Golowune, Kecamatan Pocoranaka karena situasi pandemi Covid-19. Kampungnya berada di lembah dan lereng bukit. Sinyal seluler di sana tidak stabil. Saat mendung sinyal tidak stabli. Ketika hujan jaringan seluler hilang total. Dalam kondisi seperti itulah ia harus mengirimkan berita.

Desa tetangga seperti Deno dan Desa Melo juga mengalami hal yang sama. Bahkan saat cuaca buruk, sinyal untuk telepon pun hilang.

“Jika cuaca begini maka saya tak bisa kirim berita, namun saya akan mengendarai sepeda motor untuk mencari sinyal internet di desa yang stabil sinyalnya,” katanya.

Harianto mengatakan, ada beberapa titik di puncak bukit di pedalaman Kecamatan Pocoranaka yang memiliki sinyal internet. Biasanya setelah mengetik berita ia pergi ke puncak bukit itu untuk mengirimkan naskah. Untuk memantau apakah beritanya sudah dimuat atau tidak ia harus ke Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur dengan jarak tempuh 45 kilometer dengan sepeda motor. Kondisi jalannya juga belum bagus. Di Borong ia bisa menikmati internet dengan memadai.

"Itulah kesulitan wartawan di era digital ini, namun saya tetap produktif mengirimkan berita di tengah pandemi Covid-19 ini," katanya.

Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Manggarai Timur Bonifasius Sai saat dihubungi via telepon pada Selasa, 13 Oktober 2020 menjelaskan, di Kabupaten Manggarai Timur ada 68 blankspot signal, yakni di Kecamatan Elar Selatan, Elar, Sambirampas, Kota Komba Utara, dan Lambaleda Utara.

"Kondisi yang diberitakan tentang kesulitan sinyal di wilayah itu memang sesuai dengan kenyataannya, hanya empat kecamatan dari 9 kecamatan yang sinyal telekomunikasinya agak memadai," katanya.

Kesulitan signal tersebut, kata Bonifasius, akan bisa diatasi pada 2021 di mana Kominfo RI akan membangun 66 Base Transceiver Station (BTS).

“Memang saat ini sulit sinyal di 5 kecamatan di pedalaman Manggarai Timur, namun kesulitan itu perlahan-lahan diatasi dengan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) pada 2021,” katanya.

Ia menjelaskan, pekerjaan dimulai Januari 2021 dan pada Maret 2021 sudah bisa difungsikan. Pembangunan di blankspot akan diprioritas. Kominfo Manggarai Timur juga sudah mengusulkan WiFi Highspeed seperti WiFi di wisata Super Premium Labuan Bajo.

“Namun kami menunggu jawabannya dari Kominfo pusat," ujarnya.

Bonifasius menjelaskan, untuk mengatasi kesulitan sinyal di sekolah di Manggarai Timur dengan sistem belajar dari rumah karena pandemi Covid-19, Kominfo pusat sudah memberikan jawaban dengan bantuan 13 internet gratis untuk SMP. Bantuan itu diberikan kepada tiga SMP di Kecamatan Borong, 3 SMP di Kecamatan Pocoranaka, 4 SMP di Kecamatan Pocoranaka Timur, dan 3 SMP di Kecamatan Lambaleda.

Memang, kata Bonifasius, pandemi Covid-19 yang tak pernah diketahui sebelumnya membuat kebiasaan belajar di sekolah berubah total dan beradaptasi dengan teknologi. Hal itu menjadi tantangan sendiri ketika sinyal internet tidak mendukung.

“Saya amati wartawan, anak sekolah, guru, serta pegawai di pedalaman Manggarai Timur harus bekerja keras mencari sinyal internet serta beradaptasi untuk menggunakan teknologi informasi,” katanya. (Markus Makur/ JurnalisTravel.com)

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

porang
Ramai-Ramai Menanam Porang di Manggarai Timur
sinyal ponsel
Tanpa Sinyal di Lembah Tilir
mollo
Energi Adat Seorang Wanita Tua
manggarai
Tradisi Orang Kolang di NTT, Leluhurnya dari Minangkabau
porang
Magang di Jepang 9 Bulan Berkat Menanam Porang
guru 3t
Penghargaan Buat Khamdan, Guru yang Berprestasi di Sekolah 3T