Sabtu, Juni 25, 2022
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan
  • Lainnya
    • Berita
    • Kolom
    • Jurnalis Warga
    • Video
    • Info Data
No Result
LIhat Semua Hasil
Jurnalis Travel
No Result
LIhat Semua Hasil
Home Wisata
Menyeruput Kopi yang Bukan Kopi

Tempat minum dari tempurung kelapa salah satu keunikan kawa kopi daun. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Menyeruput Kopi yang Bukan Kopi

Febrianti
27 Desember 2016
A A
Tempat minum dari tempurung kelapa salah satu keunikan kawa kopi daun. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

INI minuman khas dataran tinggi di Sumatera Barat. Namanya kawa kopi daun. Meski disebut kopi, warnanya mirip teh. Itu karena minuman ini diproses seperti teh, meski bukan dari rendaman daun teh kering, melainkan dari daun kopi.

Keunikan kawa adalah diseduh dan disajikan di sayak tempurung alias batok kelapa. Para penjual biasanya menuangkan kawa dari tempat penyimpannnya dari  tabung bambu yang tutupnya dari bahan ijuk.

Minuman yang dekade ini popular di Ranah Minang, banyak dijual di pondok kopi di jalur Padang Panjang, Bukittinggi, dan Tanah Datar. Bahkan juga mulai dijual di Kota Padang, salah satunya di sebuah warung dekat kantor Telkom Padang Baru.

Minuman kawa kopi daun berasal dari Darek, terutama Tanah Datar yang banyak ditumbuhi tanaman kopi. Orang pesisir seperti Padang, Pariaman, Pasaman, dan Pesisir Selatan kurang mengenal minuman ini.

Minuman khas dataran tinggi Sumatera Barat yang mulai banyak dijual di pesisir seperti Padang. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

Menurut sejarawan Profesir Mestika Zed dari Universitas Negeri Padang, sewaktu Belanda menerapkan sistem tanam paksa kopi di Sumatera Barat pertengahan abad ke-19, orang Minangkabau diperintahkan untuk menanam bibit kopi di kebun mereka. Hasil panen kopi perkebunan rakyat ini harus disetor ke gudang kopi Pemerintah Kolonial Belanda.

Mulanya tak ada masalah. Soalnya lidah orang Minang lain dari lidah orang Belanda.

Orang Minang sudah mengenal kopi jauh sebelum Belanda datang ke Sumatera Barat.  Tanaman kopi sudah ada. Tetapi saat itu bagi orang Minang daun kopi lebih penting daripada buahnya.

Daun kopi dikonsumsi untuk minum kawa. Bagi Belanda buah kopi justru jauh lebih berharga. Bukan saja untuk dikonsumsi sendiri, tetapi sebagai komoditas populer di pasar dunia.

Ketika kopi semakin naik harganya, orang Minang justru malah bersedia menanam bibit kopi lebih banyak daripada yang ditetapkan Belanda. Tetapi hasilnya tak lagi sepenuhnya diserahkan ke gudang kopi Belanda, melainkan dijual sendiri ke pantai timur sampai ke Singapura dan Malaka yang waktu itu masih berada di bawah penguasaan Belanda.

Tanaman paksa kopi gagal di Sumatera Barat karena sulitnya mengontrol wilayah, kemudian sistem ini dihapuskan pada 1908.

Minuman keseharian penduduk Tanah Datar, daerah pusat kebudayaan Minangkabau. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

“Akibat kesalnya pada perangai orang Minang lahirlah ucapan Belanda, god verdomd zeg…. Melayu kopi daun,” kata Mestika.

Itu artinya, “Dasar Melayu kopi daun, tahunya hanya daun kopi, sedang buahnya disia-siakan”.

Umpatan tersebut untuk pribumi seluruhnya yang dianggap orang Melayu. “Oleh orang Minang ungkapan itu dianggap sebagai penghinaan karena mereka dicap bodoh dan suka melanggar aturan,” tambah Mestika.

Halaman 1 dari 2
12Selanjutnya
Tags: kawakopi
BagikanTweetKirim

Baca Juga

Rantau Malam

Suasana Perkampungan Hulu Serawai

14 Januari 2021
borneo

Tapak Tilas Molengraaff di Borneo

10 Desember 2020
karst

Bertandang ke Ujung Karst

18 November 2020
Luwuk 18 Jam

Luwuk 18 Jam

2 Oktober 2020
Berita Selanjutnya
7 Minuman Unik yang Harus Anda Cicipi di Padang

7 Minuman Unik yang Harus Anda Cicipi di Padang

TRENDING

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia
Wisata

Ladang Gandum Juga Ada di Indonesia, Ini Dia

Febrianti
3 Agustus 2019

Buka Jalur Baru, Pendaki Temukan Lembah Kura-Kura di Kerinci

Buka Jalur Baru, Pendaki Temukan Lembah Kura-Kura di Kerinci

16 November 2019
Struktur Rumah Adat Manggarai Flores Mirip Rumah Gadang Minangkabau

Struktur Rumah Adat Manggarai Flores Mirip Rumah Gadang Minangkabau

20 November 2018
Tips Buat Wisatawan di Padang Jika Terjadi Gempa dan Tsunami

Tips Buat Wisatawan di Padang Jika Terjadi Gempa dan Tsunami

17 April 2020
Kelenteng Tua Kota Padang Akan Dijadikan Museum

Kelenteng Tua Kota Padang Akan Dijadikan Museum

22 Februari 2021

TERBARU

Kelinci sumatera
Lingkungan

Kelinci sumatera yang Dianggap Hampir Punah Terlihat di Kerinci

Febrianti
3 Juni 2022

gusmen heriadi

Pameran Tunggal 25 Tahun Perjalanan Seniman Gusmen Heriadi

4 November 2021
Mentawai

Arat Sabulungan dan Gempuran Agama di Mentawai

17 November 2021
Siberut

Perubahan Iklim dan Kerusakan Hutan Menyebabkan Krisis Air di Siberut

4 September 2021
Sungai Buluh

Perhutanan Sosial Sungai Buluh, Layu Sebelum Berkembang

19 Juli 2021
Jurnalis Travel

Ikuti Kami di Media Sosial

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

Rubrik

  • Wisata
  • Budaya
  • Sejarah
  • Lingkungan

ㅤ

  • Berita
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video

© Hak cipta Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Privacy & Policy
  • Indeks
No Result
LIhat Semua Hasil
  • Wisata
  • Budaya
  • Berita
  • Lingkungan
  • Sejarah
  • Kolom
  • Jurnalis Warga
  • Video
  • Info Data

© 2021 Jurnalistravel.com | Hak cipta dilindungi hukum.