Nagari Pagadih dalam Kisah Perjuangan PDRI

rumah pagadih

Rumah tua di Nagari Pagadih yang pernah dijadikan Syafruddin Prawiranegara dan rombongan untuk menginap dan mencetak uang. (Foto: M. Abduh)

Oleh: M. Abduh

Nagari Pagadih merupakan nagari yang berada di Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam. Nagari tersebut terdiri dari empat jorong (kampung) dengan luas sekitar 6.500 hektare dan dihuni 490 kepala keluarga.

Jarak tempuh dari ibu kecamatan di Palupuh adalah sekitar 17 Km dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Nagari Pagadih merupakan tempat persembunyian bagi para pejuang kemerdekaan, seperti Tuanku Imam Bonjol saat melawan Kolonial Belanda dan Syafruddin Prawiranegara saat PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Bahkan juga tempat persembunyian bagi pejuang PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) seperti, selain Syafruddin Prawiranegara, juga Mr. Assat, M. Natsir, dan Dahlan Jambek.

Jejak para pejuang ini masih bisa ditemui hinga saat ini di Nagari Pagadih. Bahkan sangat berpeluang  menjadi objek wisata Nagari Pagadih.

Wali Nagari Pagadih Aliwar Kari Mudo mengatakan pada umumnya aktivitas masyarakat Nagari Pagadih adalah bertani, berladang, berdagang, dan ada juga sebagai pegawai negeri.

Selain alam yang indah, seperti sarasah atau air terjun empat tingkat, Pagadih juga kaya dengan adat dan budaya. Di sini juga ada Sanggar Seni “Budaya Sarasah Maimbao”.

Masyarakatnya juga sangat relijius. Ini dibuktikan di Nagari Pagadih juga terdapat surau tuo (masjid tua) peninggalan era wali nagari pertama Syekh Tuanku Jadid  atau lebih dikenal dengan “Wali Nagari Perang”.

Nagari Pagadih memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan masa-masa awal Republik Indonesia. Nagari ini menjadi salah satu tempat berlindung bagi Syafruddin Prawiranegara ketika melakukan gerakan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia melalui Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 1948-1949.

Syafruddin Prawiranegara kala itu adalah aktor utama dalam melanjutkan pemerintahan Republik Indonesia, karena Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad ditangkap Belanda.
Setelah penangkapan Soekarno dan Hatta di Yogyakarta, Belanda melakukan serangan ofensif. Perang terjadi di mana-mana, termasuk di Bukittinggi.

Lampiran Gambar

Jalan setapak menuju rumah Nidan yang pernah dijadikan tempat menginap oleh Syafruddin Prawiranegara di Nagari Pagadih. (Foto: M. Abduh)

Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi pergi ke Bateh Aka yang terletak di Bukit Tontong. Di sanalah ia menyebarkan informasi yang menyatakan Republik Indonesia masih ada dan kepemimpinan Indonesia dipindahalihkan sementara melalui radio atau alat komunikasi ke seluruh kawasan di Indonesia.

Dengan kondisi seperti itu, Syafruddin dan para pejuang PDRI melakukan rapat secara sembunyi-sembunyi dan bergerilya di hutan, sungai, gunung, hingga lembah. Selama tiga bulan masa persembunyiannya di Pagadih, Syafruddin banyak dibantu oleh alim ulama setempat bernama Tuanku Jadid yang turut berperan dalam menyebarkan informasi keberadaan Republik Indonesia.

Alasan Syafruddin Prawiranegara memilih Nagari Pagadih sebagai salah satu basis perlindungan para penggerak PDRI adalah geografisnya yang terpencil dan dikelilingi perbukitan. Pagadih juga memiliki sumber daya alam melimpah yang dapat dijadikan sebagai pasokan makanan para pejuang.

Syafruddin Prawiranegara memiliki rumah tempat berlindung di Nagari Pagadih yang terletak di Jorong Tigo Kampuang. Nidan, nenek berumur 78 tahun, sekarang mengelola rumah tersebut. Ia mengaku pernah melihat Syafruddin Prawiranegara dan anggotanya mencetak uang di rumah itu.

Perjuangan PDRI di Pagadih ternyata menemui rintangan besar. Pasukan Belanda mengetahui salah satu basis persembunyian pejuang republik tersebut. Akibatnya, tentara Belanda banyak melakukan intimidasi di Nagari Pagadih demi menguak informasi keberadaan Syafruddin dan rekan-rekannya. Bahkan sampai membakar rumah penduduk setempat demi menebar teror.

Tak hanya itu, harta benda, ternak, hingga hasil panen masyarakat Pagadih juga dijarah oleh militer Belanda yang juga berisikan orang-orang Indonesia yang memihak penjajah. Tindakan kejam itu membuat banyak masyarakat Pagadih mengungsi, antara lain ke Nagari Pauh Data, Koto Tinggi, Palupuh, Bonjol, hingga Kumpulan. (*)

(M. Abduh dari Hutan Kemasyarakat Musus Saiyo, Ganggo Hilia, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat adalah peserta Pelatihan Jurnalisme Warga “Muda Melangkah” yang diadakan WRI Indonesia di Bukittinggi akhir Agustus 2022).

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

KKI Warsi Latih 20 Pemuda Nagari Menjadi Jurnalis Warga
KKI Warsi Latih 20 Pemuda Nagari Menjadi Jurnalis Warga
sampah
Terkendala Lahan, Warga Buang Sampah di Pinggir Jalan Lintas Nasional
oeternakan ayam
Warga Nagari Resah Karena Bau Tak Sedap dari 16 Usaha Peternakan Ayam
Hutan Nagari
Hutan Adat Nagari Ampalu Masih Menunggu Perda Kabupaten
Kisah Kopi Londo di Nagari Sirukam
Kisah Kopi Londo di Nagari Sirukam
Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu
Memancing Kupu-Kupu di Dangau Saribu