Hutan Adat Nagari Ampalu Masih Menunggu Perda Kabupaten

Hutan Nagari

Hutan Nagari Ampalu (Foto: Dok. Laras)

Oleh: Rona Mustika

Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Nagari Ampalu, Kecamatan Lareh Sago Halaban masih menunggu peraturan daerah (perda) tentang hutan adat Nagari Ampalu dari Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Ketua Tim Pengusulan Hutan Adat di Nagari Ampalu Dedi Chandra pada Senin, 29 Mei 2023 mengatakan Masyarakat Hukum Adat Nagari Ampalu sudah mengusulkan hutan adat di Nagari Ampalu pada 2019 dan rancangan perda lewat inisiatif DPRD Kabupaten Limapuluh Kota.

“Tetapi yang seharusnya perda ini dibahas pada 2020 terkendala karena adanya Covid-19 sehingga dana untuk pengusulan perda hutan nagari tersebut dipindahkan untuk penanganan Covid-19,” katanya.

Akibatnya, kata Dedi, rancangan perda bersama DPRD masih belum bisa dibahas di lembaga wakil rakyat tersebut. Setelah itu, pada 2022 dilakukan pemetaan potensi dan penunjang kelengkapan syarat-syarat pengusulan hutan adat.

“Saat ini di tingkat Nagari Ampalu, sembari menungu perda pengakuan dilakukanlah pendokumentasian sistem adat Ampalu,” katanya.

Dedi menjelaskan perangakat penguasa adat yang terlibat dalam pengusulan Hutan Adat Nagari Ampalu terdiri dari datuak pucuk, lantak empat suku, tuo kampuang, candiak pandai, alim ulama, bundo kanduang, dan perangkat lainnya.

Hutan adat yang berada di Nagari Ampalu dari sisi ulayat batas wilayah adatnya sampai ke wilayah Provinsi Riau. Artinya tidak hanya berada di Provinsi Sumatera Barat di mana wilayah Nagari Ampalu secara administratif berada. Terkait wilayah adat yang berada di dua provinsi itu, pada 2017 telah dilakukan pemetaan batas adat sesuai dengan sejarah adat Nagari Ampalu.

Hal itu dilakukan karena adanya pengusulan Hutan Adat. Di mana dalam pengusulan Hutan Adat memerlukan pengakuan dari pemerintah kabupaten melalui peraturan daerah.

Inisiasi hutan adat di Nagari Ampalu bermula dari masuknya KKI Warsi ke Kabupaten Limapuluh Kota pada 2016. Warsi memperkenalkan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) melalui Perhutanan Sosial kepada 11 nagari di Kabupaten Limapuluh Kota. Namun saat itu dari 11 nagari hanya empat nagari yang mengusulkan perhutanan sosial. Salah satu nagari tersebut adalah Nagari Ampalu.

Pada 2017 Nagari Ampalu memilih jalan yang berbeda dengan tiga nagari lainnya. Pada mulanya Nagari Ampalu dengan tiga nagari lainnya sama-sama mengusulkan Hutan Desa. Tapi kemudian mencabut usulan dan beralih mengusulkan menjadi Hutan Adat. Hanya saja proses pengusulan Hutan Adat berbeda dari Hutan Desa. Hutan Adat harus ditetapkan dahulu dengan perda dari pemerintah kabupaten sebelum diusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Rona Mustika)

)* Rona Mustika, jurnalis warga Perhutanan Sosial dari Nagari Ampalu, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat adalah peserta Pelatihan Jurnalisme Warga KKI Warsi di UNP Hotel & Convention Center, Padang, 26-29 Mei 2023.

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Banjir
Banjir Lebih Sebulan Melanda Dataran Tinggi Kerinci
krisis air
Krisis Air di Empat Pulau Mentawai, Kenapa Bisa Terjadi?
Nelayan Sinakak Mentawai Tak Lagi Melaut di Bulan Juni
Nelayan Sinakak Mentawai Tak Lagi Melaut di Bulan Juni
KKI Warsi Latih 20 Pemuda Nagari Menjadi Jurnalis Warga
KKI Warsi Latih 20 Pemuda Nagari Menjadi Jurnalis Warga
Terancam Punah, Unand-Swara Owa Survei 6 Primata Endemik Mentawai
Terancam Punah, Unand-Swara Owa Survei 6 Primata Endemik Mentawai
sampah
Terkendala Lahan, Warga Buang Sampah di Pinggir Jalan Lintas Nasional