
Tak lama setelah lepas landas dari Bandara Adisucipto, Yogyakarta suatu sore yang cukup cerah, saya menyaksikan pemandangan Gunung Merapi yang menakjubkan. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
PETUGAS check in counter jarang bertanya apakah saya ingin duduk dekat jendela atau lorong. Jika ini muncul, saya segera menjawab jendela. Namun yang paling sering adalah, saya langsung diberikan kursi dekat jendela, tapi dekat pintu darurat.
Apakah itu bentuk penghargaan bahwa saya dapat diandalkan untuk menarik tuas pintu keselamatan bagi penumpang lainnya? Jelas saya siap membantu sesama. Namun mata saya akan terhalang sayap dan pembungkus baling-baling. Itu mengganggu menikmati sensasi panorama di luar jendela.

Rumah-rumah penduduk Yogyakarta berada di bawah awan dan kabut, di atas gumpalan awan itu menjulang pucak Merapi. Sebuah sensasi. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
Seorang teman fotografer lanskap berkata, sebuah objek benda mati akan berbeda dari waktu ke waktu. Karena itu ia pernah memotret Jam Gadang di Bukittinggi hampir tiap hari, jam berbeda, dan katanya hasilnya juga berbeda. Sinar matahari, aktivitas orang di sekitarnya, dan posisi si pemotret akan menjadi faktor utama yang membedakan.
Apakah kita melihat hal yang sama di luar jendela ketika berkali-kali naik pesawat dengan rute yang sama? Bisa iya, tapi seringkali tidak. Sebab terkadang sebuah kesempatan terbaik untuk panorama yang menakjubkan hanya muncul sekali-sekali.

Masjid Raya Sumatera Barat yang besar dengan arsitektur unik paduan gonjong rumah gadang dan kain yang terhampar dengan keempat sudutnya dipegang, sangat menonjol di tengah Kota Padang. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
Cuaca sangat cerah, pesawat yang ditumpangi terbang rendah dan kita berada di jendela yang mengarah ke pemandangan yang menakjubkan itu.
Belum lagi jika pesawat yang ditumpangi terpaksa terbang di luar rute karena faktor cuaca. Ini pernah saya alami pada November 2015 dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju BIM, Padang. Karena tidak bisa mendarat, pesawat belok kanan terbang rendah menuju Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dengan cuaca berawan yang menakutkan.

Pantai Kalimantan Timur setelah meninggalkan Balikpapan menuju Palangkaraya suatu pagi yang sedikit berkabut. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
Namun setelah setengah jam di Pekanbaru, cuaca mulai baik, pesawat kembali ke Padang. Terbang rendah. Pemadangan sangat indah di kanan saya adalah panorama yang saya impikan sejak lama, melihat Gunung Singgalang dan Gunung Marapi, plus Gunung Tandikat.
Itu sempurna. Namun smartphone saya kehabisan baterai untuk merekamnya. Jelas saya sangat kesal. Hal yang sama pernah terjadi juga ketika saya dari Jakarta ke Padang menyaksikan Danau Diatas dan Danau Dibawah, serta Kawasan Wisata Mandeh yang paling jernih di Sumatera Barat. Tapi, sekali lagi, saya tidak sempat merekamnya karena smartphone sedang mati. Tidak terkejar lagi meski buru-buru menekan power.

Sungai Barito, Kalimantan Tengah. Sungai-sungai besar bagaikan ular melingkar di Borneo. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
“The best traveler is one without a camera,” kata Kamand Kojouri.
Saya sengaja mengutip ini untuk menghibur diri. Memori panorama indah yang saya lihat memang tersimpan rapi di otak. Tapi kita tidak bisa berbagi visual otak kepada orang lain. Saya berjanji dalam hati akan memperbaiki keadaan di masa depan. Lebih baik saya menenteng DSLR dalam pesawat untuk sebuah keberuntungan seperti beberapa teman berhasil mengabadikan panorama cantik dari balik jendela pesawat.

Hamparan perkebunan HTI dan rawa pemandangan menjelang Palangkaraya. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
Sebab, hasil dari kamera smartphone saya pun tidak begitu luar biasa untuk dibagikan. Seperti contoh-contoh di sini, ada sejumlah ketidakpuasan saya. Tapi saya berharap Anda sedikit mendapatkan sensasi.

Kota Palangkaraya dekat Bandara Tjilik Riwut. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
Saya yakin, Anda pernah memotret yang lebih baik dari hasil saya ini. Tapi tidak apa, yang penting saya bisa membagikan beberapa objek yang saya tangkap dari jendela pesawat, termasuk dengan video.
Plus satu foto yang cantik dipotret Febrianti dengan DSLR yang memperlihatkan Masjid Raya Sumatera Barat dengan arsitektur uniknya di atas Kota Padang, Sumatera Barat. Selamat menikmati. Jika Anda punya hasil potretan yang menarik dan unik dari jendela pesawat bisa berbagi juga di sini. (Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

Hamparan perkebunan sawit dibatasi jalan yang lurus danputih di Riau terlihat seperti karpet. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Matahari di atas pesawat agak condong ke kiri meninggalkan bayangan pesawat di atas Sungai Siak yang coklat seperti ular melingkar melewati Pekanbaru. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Bayangan pesawat melintasi hamparan perkebunan sawit di Pekanbaru, Riau. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Aksi penambangan emas di tengah Sungai Siak di Pekanbaru. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)

Tanah merah reklamasi perusahaan terlihat di Batam, Kepulauan Riau. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)