TEMPAT favorit saya mencari kopi special arabika di Padang adalah di Konco Coffee. Sebuah kedai kopi dengan branding “Dua Pintu Coffee Roastery”. Karena selain tempat ngopi-ngopi, di sini juga bisa membeli kopi-kopi spesialty, terutama kopi Minang Solok dari Solok Radjo.
Letaknya di Jalan Mohamad Hatta Nomor 2, Pasar Ambacang. Ini jalan menuju kampus Uniersitas Andalas. Baristanya juga masih mahasiswa. Fajri, pemilik Konco Coffee bahkan baru diwisuda Februari lalu. Ia tamat Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Usaha kedai kopinya dulu berawal dari bantuan Universitas Andalas untuk program wirausaha mahasiswa. Kelihatannya cukup sukses, karena dia sudah punya lima barista. Peralatan kedai kopinya juga lengkap, kita bisa memesan black coffee, espresso based seperti americano capoucino latte dan manual brew.
Yang saya suka harganya miring, harga mahasiswa. Secangkirmya Rp5 ribu hingga Rp20 ribu. Pelanggan tetap kedai kopinya memang kebanyakan mahasiswa Unand.
Di Konco Coffee ini biasanya orang datang untuk menikmati kopi arabika Minang Solok dari Solok Radjo. Ini kopi arabika yang sedang hit, ditanam di kawasan dataran tinggi Kabupaten Solok di sekitar Gunung Talang, di tepi danau kembar, Danau Diatas dan Danau Dibawah, juga di Lembah Gumanti.
Ini kopi pendatang baru di Indonesia yang sedang digemari dan tidak mudah mendapatkannya. Stok sering terbatas, karena buah kopi yang sedang ditanam juga sudah dipesan pemilik roastery, di dalam negeri hingga ke Australia. Di Konco Coffee selalu ada, karena Fajri juga bagian dari pegiat kopi Solok Radjo.
Kopi Solok Radjo masih pendatang baru dibandingkan kopi gayo di Aceh atau kopi lintong di Sumatera Utara. Kopi Minang Solok baru dikenal tiga sampai empat tahun lalu. Tapi langsung jadi primadona karena karakternya yang unik. Bau rempah dan fruity dengan body yang ringan dianggap mirip-mirip kopi Afrika.
Dua tahun terakhir mendapat penghargaan dari Melbourne. Tahun lalu kopi honey yang diberi nama Limau Cirago dari Solok Radjo meraih tiga penghargaan bergengsi di ajang Melbourne International Coffee Expo 2016 pada Maret.
Sedangkan awal 2017 kopi natural Solok Radjo meraih medali emas dari ajang kompetisi yang sama. Berhasil mengalahkan ratusan kopi dari seluruh dunia.
Dan pengelolanya juga masih muda-muda. Mereka saya kenal sejak empat tahun lalu, saat Alfadriansyah, ketua koperasi kopinya memperkenalkan Kopi Solok Radjo untuk pertama kalinya di sebuah kedai kopi di Padang. Setelah itu beberapa kali saya jalan-jalan ke kebun kopi mereka di tepi Danau Diatas atau sekedar ngopi-ngopi di kantor koperasi petani kopi Solok Radjo di Air Dingin, Lembah Gumanti.
Saya bahkan pernah menyeduh kopi bersama mereka di puncak Gunung Talang tahun lalu. Mereka membawa biji kopi dan menggilingnya secara manual di puncak gunung, lalu kami menyesap bercangkir-cangkir kopi di tepi kawah Gunung Talang. Aroma kopinya yang sedap saat itu bercampur dengan aroma belerang dari kawah yang menguar ke udara. Perjalanan yang mengesankan.
Tadi siang saya dapat pesan melalui WhatsApp dari Teuku Firmansyah, salah satu punggawa kopi Solok Radjo. Tengku dan Alfadriansyah mengajak saya ngopi-ngopi di Konco Coffee-nya Fajri.
Alfadriansyah, yang biasa saya pangil Adi juga sudah menjadi Q Grader, salah satu ahli pencicip kopi di Indonesia.
“Kami bawa kopi baru, jam 8 malam kita ngopi di tempat Fajri ya, kalau pesawat nggak delay,” isi pesan WhatsApp dari Tengku.
Ternyata mereka berdua masih di Bandara Soeta Jakarta, baru selesai urusan bisnis kopi dengan roastery di Jakarta.
Saya jawab oke. Sudah lama juga kami tidak ngopi-ngopi bersama. Pukul 8 malam saya tiba di depan Konco Coffee yang kini dinding dalamnya dicat putih, jadi lebih terang dan hangat dengan sinar lampu. Sebelumnya suasananya temaram.
Fajri bersama lima baristanya terlihat masih sibuk di belakang meja kerjanya yang penuh jejeran toples berisi biji-biji kopi spesialty. Ada juga terlihat kopi Labah Rimbo, kopi honey Solok Radjo yang manis dan wangi.
Saya langsung bergabung dengan teman-teman saya dari Solok Radjo. Ada Adi, Tengku, Endar, bahkan dua petani kopi Solok Radjo yang dulu saya temui di kebun mereka juga datang, Pak Radjo Endah dan Zulkifli. Ternyata mereka sedang ikut acara pameran kopi di Padang
Kami seperti sedang reuni. Kembali cerita-cerita tentang kopi. Fajri menggiling kopi. Aroma kopi solok yang sedap langsung meruap ke udara. Tetapi kali ini saya memilih kopi late, dengan bahan baku juga dari kopi solok. Adi dan Tengku minum Cappuccino kopi solok. Pak Radjo dan Zulkifli menolak minum kopi.
“Saya sudah bosan minum kopi terus,” kata Pak Radjo yang membuat kami tertawa.
Fajri berinisiatif membuatkan Cappuccino kopi solok untuk Pak Radjo dan Zulkifli.
Saya menikmati kopi late dari kopi solok yang kental dan terasa lembut. Tapi setelah cangkir kosong, Fajri menggiling kopi-kopi spesialty yang dibawa Adi dan Tengku, Kopi Aceh Lukup Sabun dan Kopi Jawa Gunung Halu. Kedua kopi arabika itu sedap, ada rasa coklat dan fruity dengan body light, tetapi tidak ada aroma rempah.
Terakhir kami mencoba kopi arabika Singgalang dari Balingka. Ini kopi arabika baru di Ranah Minang. Rasanya juga sedap, mirip-mirip kopi solok, ringan dan ada rasa lemon.
Malam panjang menyesap kopi arabika berakhir pukul 12 malam. Pengunjung lain juga satu per satu pulang. Saya juga pulang dan teman-teman saya dari Solok Radjo tetap tinggal di Konco Coffee. (Febrianti/JurnalisTravel.com)