Mentawai Sukses Kumpulkan Rp2 Miliar dari Surfing

Mentawai Sukses Kumpulkan Rp2 Miliar dari Surfing

Beberapa surfer menuruni kapal cepat Mentawai Fest di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)

PADANG-Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat sukses memungut retribusi surfing sebesar Rp2 miliar pada tahun pertama pemberlakuan retribusi pada 2016.

“Sekarang yang sudah masuk ke kas Rp1,9 miliar, akan ada tambahan dari petugas pemungutan di lapangan yang belum masuk ke kas, saya yakin target kami tahun pertama Rp2 miliar akan tercapai hingga 31 Desember nanti,” kata Desti Seminora, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Mentawai kepada JurnalisTravel.com, Senin (19/12/2016).

Setelah peraturan daerah retribusi surfing disahkan DPRD Mentawai awal 2016, Dinas Pariwisata Mentawai langsung melakukan pemungutan retribusi sebesar Rp1 juta kepada setiap surfer untuk menikmati ombak di Mentawai selama 15 hari kunjungan.

“Namun pemungutan retribusi baru bisa dilakukan mulai 1 Agustus atau hanya selama lima bulan tahun ini, itu dari 2 ribu surfer yang umumnya wisatawan asing,” katanya.

Desti mengaku belum puas dengan hasil retribusi, karena ada wisatawan yang tidak mau membayar karena berbagai alasan. Ada yang mengaku tidak mengetahui informasi yang diberlakukan Agustus, namun ada juga yang tidak bersedia membayar.

“Bagi surfer yang nakal ini, yang menghindari membayar, mulai tahun depan petugas pengawas di spot surfing akan melarang mereka berselancar,” katanya.

Untuk 2017, kata Desti, Pemkab Mentawai menargetkan pendapatan dari retribusi surfing Rp4 miliar untuk 4 ribu surfer. Target dua kali lipat karena retribusi mulai dikutip Januari.

Mentawai memiliki potensi yang lebih untuk pendapatan, karena setiap tahun dikunjungi sedikitnya 7 ribu surfer dari berbagai negara.

Direktur Kandui Resort di Pulau Karangmajat, Desa Katurei, Pulau Siberut, Anom Suheri mengaku tidak masalah dengan pungutan Rp1 juta. Ia juga tidak pernah dikomplain tamu-tamunya.

“Tak ada yang keberatan asal dananya untuk kas Pemda, karena memang tidak ada makan siang yang gratis, selama ini para surfer sudah menikmati berselancar yang gratis di Mentawai sebelum diberlakukan retribusi,” katanya.

Hanya, kata Anom, karena tahun ini diberlakukan mulai Agustus, tamunya lebih 200 hanya bisa membayar sekitar 150 orang.

“Tahun depan kami akan full menyetor sekitar Rp200 juta dari tamu,” katanya.

Namun karena retribusi sudah diberlakukan, ia meminta Pemkab Mentawai juga memenuhi fasilitas pelayanan kepada surfer di lapangan. Tak hanya petugas pengawas keselamatan, tetapi juga layanan medis, toilet, dan fasilitas lainnya.

“Pemungutan retribusi juga perlu diawasi oleh tim gabungan dari Dinas Pariwisata, dinas yang menangani pemungutan retribusi, dan staf pemerintah kecamatan, kami tidak ingin dananya tidak terkontrol karena tanda surfer yang sudah membayar hanya gelang yang gampang digandakan,” katanya. (Syofiardi/JurnalisTravel.com)

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

krisis air
Krisis Air di Empat Pulau Mentawai, Kenapa Bisa Terjadi?
Nelayan Sinakak Mentawai Tak Lagi Melaut di Bulan Juni
Nelayan Sinakak Mentawai Tak Lagi Melaut di Bulan Juni
Terancam Punah, Unand-Swara Owa Survei 6 Primata Endemik Mentawai
Terancam Punah, Unand-Swara Owa Survei 6 Primata Endemik Mentawai
Bertemu Primata Langka Siberut yang Paling Terancam di Dunia
Bertemu Primata Langka Siberut yang Paling Terancam di Dunia
Toek, Pangan Lokal Pulau Sipora yang Terancam Penebangan Hutan
Pangan Lokal Toek Terancam Penebangan Hutan
Mentawai
Arat Sabulungan dan Gempuran Agama di Mentawai