BEREBUT KHASIAT AIR
Air bekas pembersihan benda-benda pusaka ini menjadi rebutan yang hadir. Masing-masing mereka diberi sekantung plastik untuk dibawa pulang.

Keris dan pedang peninggalan leluhur. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
“Sampai di rumah kita harus mandi dengan air ini agar tidak “disapa” moyang, kalau “disapa” bisa sakit,” kata Martinah, 60 tahun, seorang perempuan yang hadir.
Ia juga membawa sedikit sisa minyak kelapa bekas rendaman batu-batu benda pusaka.

Memandikan pedang dan keris milik leluhur. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
“Kalau yang ini untuk obat rematik, untuk minyak urut,” katanya.
Depati Jufri mengatakan, sudah jadi pawang benda-benda pusaka Kerinci sejak berumur 12 tahun. Ia mendapat ilmu dari ayahnya. Ia mengaku hanya sebagai perantara untuk berhubungan dengan arwah nenek moyang.
“Terasa kehadirannya, dia datang, setelah itu baru bisa kita membersihkan benda pusaka ini, kalau tidak dibersihkan, nanti turunannya ini tidak tenang jiwanya, resah,” kata pria yang sehari-hari petani ini.

Pedang yang konon pernah digunakan melawan penjajahan Belanda. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
Ia menjadi pawang untuk semua suku di Kerinci, bisa untuk benda pusaka datuk lain seperti Datuk Kederuk Putih dan Datuk Kederuk Hitam. Dulu, katanya, ada beberapa pawang. Sekarang hanya tinggal dua orang.
“Pantangan untuk acara ini, jangan menghina benda pusaka, nanti kena tulah (kena kutuk-red), bisa sakit,” katanya.

Salah satu peninggalan di dalam peti. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
Menurut Saukani, semua benda pusaka tersebut milik Datuk Kederuk Ilealamea yang hidup jauh sebelum Kolonial Belanda datang ke Kerinci pada 1903. Ia tidak tahu tahun pasti masa hidup datuk ini. Namun ia diketahui sebagai orang keramat yang bisa menghilang di halaman rumah, sehingga digelari “Ilealamea” (hilang di halaman). Bahkan sekarang kuburannya juga tidak diketahui.
“Keris itu berasal dari Jawa didapatkan melalui Pagaruyung dan semua senjata ini pernah dipakai pelanjutnya ketika perang melawan Belanda,” katanya.

Keris yang diduga berasal dari pengaruh Majapahit yang didapatkan dari Pagaruyung. (Foto: Febrianti/JurnalisTravel.com)
Karena datuk ini memiliki tiga istri, benda-benda pusaka miliknya juga tersimpan di tiga rumah masing-masing istrinya. Jadi, ini rumah keturunan salah satu dari istrinya itu.
“Benda-benda ini sejak dulu tetap tersimpan di rumah ini, tidak boleh dipindah-pindah, jika diperbaiki, diturunkan, lalu ditaruh kembali di loteng, harusnya benda ini di rumah anak perempuan, tapi karena tidak ada terpaksa saya anak laki-laki yang menunggu rumah,” katanya.

Setelah bersih, benda-benda pusaka pun kembali disusun rapi di dalam kotak untuk disimpan kembali di atas loteng menunggu diturunkan dalam ritual yang sama beberapa tahun kemudian. (Foto: Febrianti/ JurnalisTravel.com)
Ia tidak takut benda-benda tersebut dicuri dari loteng. “Kalau dicuri yang mencurinya nanti bisa sakit,” katanya.