Oleh: Indah Mutiara
SAWAH Art Space adalah sebuah sanggar seni yang berdiri di atas lahan sawah milik Slamet Diharjo, penggagas Sawah Art Space yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta, Surabaya.
Sawah Art Space yang berlokasi di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur ini merupakan ruang belajar, berbagi, dan berkolaborasi untuk melestarikan seni tradisi lokal agar tidak lenyap tergerus zaman.
Berdirinya Sawah Art Space, kata Slamet yang akrab dipanggil “Syamsul”, dilatarbelakangi oleh kegelisahan yang ia rasakan ketika banyak sanggar seni yang menuntut anak didik membayar biaya pendaftaran.
“Awalnya saya terinspirasi dari sanggar-sangar lain di Banyuwangi yang ditarik biaya pendaftaran,” ujarnya dalam webinar melalui Zoom dengan topik “Mengatasi Krisis Sosial-Ekologi Melalui Pendekatan Seni Budaya dan Inklusi Sosial” yang diselenggarakan The Samdhana Institute, Senin, 30 November 2020.
Saat mendirikan sanggar di desanya, Slamet memutuskan untuk tidak memungut biaya karena tidak ingin memberatkan anak didiknya.
“Di sanggar ini saya melatih dengan bersosial,” ujarnya dalam webinar yang mengundang empat seniman dari berbagai wilayah di Indonesia tersebut.
Faktor lain yang mendorong berdirinya Sawah Art Space, kata Slamet, adalah sikap abai yang ditunjukkan masyarakat dalam upaya mewariskan adat dan seni tradisi lokal.
“Saya kembali sadar bahwa ini merupakan tradisi yang harus kita uri-uri,” tuturnya.
Sawah Art Space, kata Slamet, merupakan wadah untuk mendekatkan kaum muda dengan sawah dan kehidupan agraris yang sekaligus menjadi media pewarisan asat dan seni tradisi.
“Perempuan dan laki-laki sekarang enggan untuk terjun ke sawah, mengetahui hal-hal di sekelilingnya,” tuturnya.
Sawah Art Space, tutur Slamet, juga menjadi ruang bermain bagi anak-anak untuk bermain permainan tradisional yang mulai tergeser oleh gadget dan permainan modern.
“Apalagi di sini permainan juga sudah jarang diminati oleh anak-anak kecil karena semuanya sudah memegang hape dan gadget,” ujarnya.
Selain sebagai ruang belajar, Sawah Art Space merupakan wadah bagi seniman-seniman kreatif untuk bekerja secara kolaboratif mempertahankan budaya di Banyuwangi.
“Kita berlatih, belajar, dan berproses bersama lewat teman-teman komunitas yang lain,” katanya.
Dalam upaya berbagi melalui Sawah Art Space, hambatan dan tantangan pun muncul. Pada masa pandemi Covid-19 ini, Slamet merasa kesulitan untuk mengumpulkan anak didiknya untuk berlatih.
“Apalagi di situasi pandemi Covid ini, susahnya mengajak anak didik untuk berlatih, karena tidak diperbolehkan keluar dari rumah mereka oleh orang tuanya,” ujarnya.
Sawah Art Space merupakan impelementasi praktik baik dalam upaya pewarisan seni, tradisi, dan adat dengan nilai-nilai kearifan di dalamnya. Sanggar seni ini sekaligus menjadi ruang yang terbuka bagi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal Banyuwangi, serta mengajak kaum muda untuk menjaga keselarasan alam.
Selain Slamet Diharjo, ada tiga seniman lainnya tampil sebagai pembicara dalam acara yang dimoderatori Bunga Manggiasih dari Koalisi Seni Indonesia. Mereka adalah Cok Sawitri dari Bali, Mila Rosinta di Yogyakarta, dan Iqbal H. Saputra di Belitung, Provinsi Bangka Belitung.
Webinar dibuka Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Dr. Hilmar Farid dan pengantar oleh Wakil Direktur Eksekutif The Samdhana Institute Martua T. Sirait. (Indah Mutiara)
(Indah Mutiara adalah peserta Pelatihan Jurnalisme Warga yang diadakan The Samdhana Institute dengan peserta pemuda komunitas adat se-Indonesia dengan trainer Syofiardi Bachyul Jb secara online pada 31 Agustus -21 September 2020. Indah adalah aktivis Kelompok Lembaga Masyarakat Peduli Adat Kebumen, Jawa Tengah. Indah memiliki blog https://indahmutiarass.blogspot.com).