KEPULAUAN Mentawai terkenal dengan ombaknya yang berkelas internasional. Setiap tahun sekitar 7 ribu peselancar datang ke sana. Tak ketinggalan para profesional yang ingin menjajal ombak terbaik. Seperti apa ombak itu, saya pun ingin merasakan, meski tidak dengan papan selancar.
Perahu kayu dengan mesin tempel yang membawa kami melesat mengarungi samudera meninggalkan Tuapeijat, Pulau Sipora, ibu kota Kepulauan Mentawai. Cuaca terlihat agak mendung.
Walaupun ombak mulai tinggi, perahu dengan dua mesin temple, masing-masing berdaya 40 PK sangat bisa diandalkan. Hanya saja kami delapan orang tak leluasa di dalamnya, duduk di atas kasur tipis bersesakan bersama barang bawaan. Perahu kayu ini diberi atap dan dinding agar penumpangnya tidak kepanasan dan kehujanan.
Saya berangkat dengan teman-teman satu fakultas dulu yang sekarang menjadi peneliti. Mereka akan meneliti potensi Pulau Roniki, pulau kecil di Pulau Siberut bagian barat daya.
Saya sudah lama ingin jalan-jalan ke pulau-pulau kecil itu, karena di sana adalah pusat surfing dengan titik ombak terbanyak di Mentawai. Ada 70 titik ombak berkategori internasional di Mentawai dan yang paling banyak berada di sekitar pulau-pulau kecil di Siberut barat daya, tempat yang kami tuju.
Hujan mulai turun, satu-satunya bagian perahu yang terbuka ditutup terpal plastik. Hanya Agus Safri, juru mudi bersama seorang pembantunya yang berada di buritan, berbalut baju pelindung hujan dengan mata tetap awas ke depan.
Sosoknya yang tenang menghadapi cuaca cukup membuat kami tenang. Ombak semakin tinggi saat perahu memasuki perairan terbuka di Selat Bunga Laut, antara Pulau Sipora dan Siberut, karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Satu jam kemudian, ujung daratan Pulau Siberut di bagian utara mulai terlihat. Tetapi tempat yang kami tuju masih jauh, Pulau Roniki, pulau kecil yang terletak di ujung Siberut bagian selatan. Hujan sudah berhenti, dari jendela terlihat pulau-pulau kecil yang berada di barat daya Pulau Siberut, mulai dari Pulau Karamajat, Pulau Mosokut, Pulau Botik, Pulau Nyang-Nyang, dan Pulau Silaoinak.
Di pulau-pulau kecil itu terlihat resort yang dikelola orang asing. Beberapa peselancar tampak bersantai di depan resort, belum telihat seorang pun yang bermain ombak di laut. Mungkin karena pada bulan Oktober lalu saat saya berkunjung ke sana adalah akhir dari musim ombak di Mentawai yang dimulai Maret hingga Oktober . Tidak banyak ombak lagi yang bisa ditunggangi papan selancar.
Di sekitar pulau-pulau kecil di Siberut barat daya ini terdapat jenis ombak yang sudah dinamai di tempat ini dengan nama-nama yang asing seperti Burgerworlds, E-Bay, Pitstop Hill, Nipussi, Jon Kendi, dan Hideaway. Ombak-ombak itu masuk dalam kategori internasional.
Sejak awal 1993 Kepulauan Mentawai mulai dikenal sebagai salah satu lokasi surfing terbaik di dunia. Hingga saat ini dikunjungi sedikitnya tujuh ribu peselancar asing setiap tahun pada musim ombak.