YOGYAKARTA menjadi barometer seni rupa di Indonesia. Banyak pameran skala internasional digelar di sini. Saat ke Jogja saya tidak ingin melewatkan waktu untuk menikmati karya para seniman. Namun sayangnya belum ada pameran lukisan yang biasanya ramai Mei dan Juni.
Tetapi tidak perlu menunggu pameran lukisan dulu. Di Yogyakarta para pelukisnya yang juga sebagian sudah berkelas internasional, juga banyak yang memiiki galeri sendiri yang bisa dinikmati sewaktu-waktu, seperti Anda ingin mencuci mata di swalayan.
Salah satunya adalah Ruang Dalam Art House, sebuah galeri seni di Bantul milik pelukis Gusmen Heriadi. Gusmen dan istirinya Titiek sejak setahun lalu telah menjadikan sebagian ruang dalam rumah tinggal mereka menjadi galeri untuk publik.
Beragam kegiatan seni rupa seperti pameran dan workshop diselenggarakan di sana. Beberapa hari lalu, kata Gusmen, ada workshop membuat keramik yang dijadikan karya seni kontemporer oleh senimannya.
Di rumah berlantai dua itu, bagian ruangan tamu yang bersebelahan dengan dapur di lantai satu dijadikan ruang galeri. Ada beranda dan halaman yang luas di samping rumah dengan bangku-bangku di bawah naungan pohon mangga yang rindang. Tempat itu biasanya digunakan untuk tempat diskusi para seniman saat sedang ada pameran. Di sebelah ruang galeri ada bengkel tempat melukis.
Saya menikmati lukisan kontemporer Gusmen yang terbaru. Ada lima lukisan berseri yang berjejer di dinding sepanjang tujuh meter. Di tiap lukisan itu ada lingkaran putih dengan bidang bergelombang dan di bagian kecil lingkaran itu masing-masing ada lukisan corak kulit binatang, macan tutul, badak, kuda nil, buaya, dan gajah. Judulnya: Prestisius.
Makna yang tertangkap dari lukisan kontemporer itu seperti ingin menyampaikan pesan bahwa di balik benda-benda yang dianggap prestisius seperti tas, sepatu, dan baju dari kulit binatang, gading gajah, ada perburuan dan pembunuhan terhadap binatang. Mungkin generasi mendatang hanya melihat binatang itu dari gambarnya saja.
Selain karya-karyanya, juga ada karya seniman lain, seperti patung dan keramik. Ada juga alat musik petik yang menghasilkan bunyi karya seniman Idi Pangestu. Karyanya pernah ditampilkan di Ruang Dalam Art House pada pertengahan November 2016.
Selain dipamerkan, Idi Pangestu juga memainkan alat musik yang diciptakannya. Bentuknya sangat unik. Ruang Dalam pada Februari lalu juga pernah mengadakan pameran karya anak dan keluarga dengan tema “Merayakan Keragaman”.
“Banyak karya anak yang luar biasa, Sikji juga ikut memamerkan karyanya,” kata Gusmen. Sikji, kelas 6 SD itu adalah anak tunggalnya.
Di galeri-galeri pribadi, kata Gusmen, membuat komunitas seni di Yogja lebih hidup karena menciptakan kampung-kampung seni.
“Lagi pula lukisan saya yang terbaru itu ‘Prestisius’ panjangnya sampai 7 meter, galeri mana yang bersedia menggantungnya berlama-lama,” katanya tertawa.
Saya juga menikmati geleri yang cantik dan teduh itu. Berandanya diteduhi rambatan bunga curtain ivy dengan akar-akar halus berwarna pink yang menjuntai menjadi kanopi.
Kami minum kopi aceh. Ah...kenapa harus kopi sumatera ya? Harusnya saya minta wedang uwuh buatan nyonya rumah.
Menurut Titik, tiap kali ada acara pameran atau workshop, di Ruang Dalam House Art selalu tersaji camilan-camilan khas kampung, seperti rawon. Wah, menyenagkan sekali, menikmati pameran, diskusi, dan makan rawon. (Febrianti/ JurnalisTravel.com)
Informasi lebih lanjut klik http://www.ruangdalamart.com/