Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Sisa dermaga Pulau Cingkuak di Painan, Pesisir Selatan yang dibuat VOC pertengahan abad ke-17 sebelum menguasai Padang. (Foto: JP/Syofiardi Bachyul Jb)

GARA-GARA KOPI

Saat itu komoditas kopi lagi booming, sedangkan Padang menjadi titik konsentrasi penjualan di Sumatra Westkust yang wilayahnya dari Singkel, Barus, Sibolga, Natal hingga Indrapura (perbatasan Bengkulu).

Kondisi ini membuahkan prestasi, Pelabuhan Muara Padang (dengan reede-nya) akhirnya naik kelas dengan ditetapkan sebagai Pelabuhan Kelas A, setara dengan Batavia, Semarang, Surabaya, dan Makassar.

Lampiran Gambar

Salah satu sumur era Kolonial Belanda yang masih dipakai di Pulau Pisang Gadang. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

“Waktu itu banyak kapal besar antre dari berbagai negara, saya rasa untuk menampung limpahan kapal-kapal ini dibangun reede tambahan di Pulau Pandan,” katanya.

Sedangkan beberapa menara suar sudah dibangun awal abad ke-18. Ini dibuktikan dengan laporan tertulis awak kapal pada 1730 yang menyebutkan di Air Bangis (Pasaman), Indrapura, dan Padang mereka terbantu dengan adanya menara suar ketika berlayar malam hari.

“Namun data bentuk menara suar itu, apakah dari kayu atau besi tidak ada,” kata Gusti.

Lampiran Gambar

Contoh menara suar di Pulau Katang-Katang, Kabupaten Pesisir Selatan yang sudah hilang. Ini menara suar yang dibangun 1903 dan diganti dengan yang baru beberapa tahun lalu. (Foto: Courtesy Dok. Sea Turtle Information of Indonesia/ Setia)

Pelabuhan Muara Padang dengan pelabuhan pembantu di Pulau Pisang Gadang dan Pulau Pandan dilupakan, sejak pelabuhan secara resmi dipindahkan ke Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) pada 1892.

Waktu itu Emmahaven terlihat gagah karena pelabuhan terbesar di Asia Tenggara. Rel kereta api pun sudah selesai menghubungi kota-kota penting di Sumatera Barat, terutama menuju pusat batubara di Ombilin, Sawahlunto.

Namun kebesaran Teluk Bayur pun meredup sejak Belanda angkat kaki dari Indonesia. Peninggalan zaman keemasan maritimnya di pulau-pulau kecil terabaikan. Sedangkan menara-menara suar masih dilanjutkan untuk memandu kapal-kapal yang lewat. Tapi fungsinya hanya sebagai alat. Faktor historisnya tak pernah diperhatikan dan hilang begitu saja. (Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)

 

Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)

Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto